Nama asli beliau adalah Teungku Muhammad Yatim, namun setelah menjadi seorang yang alim masyarakat mengenalnya dengan sebutan Abuya Syekh Bilal Yatim Suak.
Mengawali pengembaraan keilmuannya, Teungku Bilal Yatim dalam usia 7 tahun mulai belajar di sekolah umum selama tiga tahun. Genap usia sepuluh tahun Teungku Syekh Bilal Yatim mulai mempelajari Kitab-kitab Jawo seperti: Masailal Muhtadin, Bidayah Mubtadi dan kitab-kitab lainnya kepada teungku di desanya.
Selain belajar dengan tekun, beliau juga dikenal sebagai anak yang penurut, dan suka membantu ibunya. Karena sejak kecil beliau telah dilahirkan dalam keadaan yatim.
Walaupun beliau anak yatim, namun semangat belajarnya tidak pernah pudar dan terhenti. Karena kesungguhan dan ketaatan dalam beragama, sejak kecil masyarakat memanggil beliau dengan sebutan Teungku Bilal yang kemudian sebutan Teungku Bilal terus melekat pada nama aslinya Teungku Bilal Muhammad Yatim.
Padahal nama beliau aslinya Muhammad Yatim saja. Bilal dimungkinkan karena senang dengan ilmu agama dan senang dengan azan.
Sekitar tahun 1924, mulailah beliau merantau untuk menimba ilmu di luar desanya. Tempat pertama yang beliau kunjungi adalah Labuhan Haji, belajar kepada seorang ulama yang berasal dari Siem Aceh Besar yang bernama Abu Muhammad Ali Lampisang pendiri Madrasah Khairiyah rentang waktu 1921-1930.
Abu Muhammad Ali Lampisang merupakan ulama lulusan Lampisang Aceh Besar, dan lama belajar di Kedah Malaysia kepada Teungku Muhammad Arsyad Diyan. Abu Lampisang juga adik sepupu Abu Haji Muhammad Hasan Krueng Kalee. Abu Lampisang lebih tua dari Abu Syech Mud Blangpidie dan Lebih Muda dari Abu Haji Hasan Kruengkalee. Dan ketiga Ulama besar tersebut lama belajar di Yan Keudah Malaysia dibawah asuhan Teungku Chik Arsyad di Yan.
Kehadiran Abu Muhammad Ali Lampisang dengan Madrasah Khairiahnya memiliki arti penting, karena banyak murid-muridnya yang menjadi ulama terpandang salah satunya adalah Teungku Bilal Yatim yang sedang dibahas.
Maka Teungku Bilal Yatim mulai belajar kepada Abu Lampisang tersebut, kemudian diikuti oleh teman-teman seangkatannya seperti Abu Adnan Mahmud Bakongan, Abuya Syekh Muda Waly, Teungku Salem Samadua dan murid-murid lainnya.
Selesai belajar di Madrasah Khairiyah, Teungku Bilal Yatim melanjutkan ke Dayah Blangpidie yaitu Dayah Bustanul Huda yang dipimpin oleh Abu Syech Mahmud Blangpidie.
Beberapa waktu di Dayah Bustanul Huda Blangpidie, kemudian Teungku Bilal Yatim melanjutkan pengajiannya ke daerah Panton Labu di bawah bimbingan Teungku Haji Ibrahim Arif di Dayah Samakurok.
Salah satu ulama yang pernah belajar di Samakurok adalah Prof Teungku Ismail Jakub sebelum belajar ke Dayah Pucok Alue. Hampir sepuluh tahun beliau belajar dan mengajar di Samakurok sehingga mengantarkan beliau menjadi seorang yang alim.
Pada tahun 1942 beliau kembali ke Aceh Barat Daya dan berkiprah di Suak Kecamatan Tangan-tangan dengan mendirikan sebuah dayah yang bernama Dayah Darul Huda. Selanjutnya Dayah ini diubah namanya setelah beliau pulang belajar dari Mekkah menjadi Dayah Darul Ulum Diniyah sebagai ‘tafaul’ dari nama Darul Ulum Diniyah Mekkah yang dipimpin Syekh Muhammad Yasin Padang.
Rentang 1949 sampai akhir 1951 Teungku Bilal Yatim belajar di Mekkah kepada Syekh Muhammad Yasin Padang. Dan beliau memperoleh berbagai ijazah dalam ilmu keislaman hingga bertaraf ‘Syekh’.
Beliau memperoleh ijazah hadits, Qira’at Tujuh, Ilmu Falak dan ilmu-ilmu lainnya. Adapun ijazah Kemursyidan Naqsyabandiyah beliau peroleh dari Syekh Ibrahim bin Kutab al Mandaily, ulama Medan yang telah lama menetap, yang lama bermukim di Jabal Abu Qubais.
Sepulangnya dari Mekkah, maka kiprah keulamaan Abuya Syekh Bilal Yatim al Khalidy semakin bersinar, sehingga masyarakat bahu-membahu untuk memajukan dayah yang telah dibangun dahulu dengan nama Darul Huda menjadi Darul Ulumudiniyah.
Sebagai seorang ulama, Abuya Teungku Syekh Bilal Yatim juga mengkader banyak para ulama dan pimpinan dayah yang bertebaran di seluruh Aceh, dan diantara pewaris ilmu dan kemursyidan setelah wafatnya beliau adalah anaknya yang juga seorang ulama Tarekat yaitu Abuya Teungku Abdussalam Al Ghaliby.
Syekh Muhammad Bilal Yatim dengan Dayahnya Darul Ulum Diniyah telah berkontribusi secara positif dalam pencerdasan ummat.
Setelah kiprah yang luas tersebut, pada tahun 1987 dalam usia 80 tahun wafatlah Syekh Muhammad Yatim Al Khalidy. Rahimahullah Rahmatan Wasi’atan.
Ditulis Oleh:
Dr. Nurkhalis Mukhtar El-Sakandary, Lc