Beliau lahir dari keturunan ulama dan pemimpin masyarakat Suka Makmur Aceh Besar. Ayahnya adalah Teungku Haji Muhammad yang merupakan pendiri Dayah Lambirah, sebuah dayah maju yang banyak dikunjungi oleh para penuntut ilmu pada masanya.
Teungku Chik Lamjabat nama aslinya adalah Teungku Haji Muhammad Jakfar, lahir pada tahun 1872, beliau lebih tua sekitar 5 tahun dari ulama dan bangsawan Aceh Tuwanku Raja Kemala yang lahir 1877. Dan beliau merupakan adik dari Teungku Haji Abbas yang dikenal dengan Teungku Chik Lambirah yang lahir pada tahun 1870.
Sejak kecil Teungku Haji Muhammad Jakfar dikenal sebagai seorang anak yang mencintai ilmu pengetahuan, Teungku Haji Muhammad Jakfar dan abangnya Teungku Haji Muhammad Abbas sama-sama memiliki kesungguhan dalam belajar dan menuntut ilmu hingga mengantarkan keduanya menjadi ulama besar dan teungku chik.
Setelah belajar di dayah yang dibangun ayahnya di Lambirah, Teungku Muhammad Jakfar muda kemudian belajar di beberapa dayah yang lain baik di Aceh Besar maupun daerah lainnya sebelum beliau berangkat ke Mekkah.
Di antara dayah yang pernah beliau singgahi dan belajar disana ialah Dayah Teungku Chik Seulimuem, Dayah Teungku Chik Abdussalam Lamgugob, Dayah Teungku Chik Tanoh Abee dan Dayah Teungku Chik Tanoh Mirah.
Di Dayah Teungku Chik Tanoh Abee, beliau dan abangnya Teungku Muhammad Abbas belajar kepada seorang ulama besar pimpinan Dayah Tanoh Abee yang juga pejuang hebat yaitu Teungku Chik Abdul Wahab Tanoh Abee yang merupakan ulama lulusan Mekkah.
Teungku Chik Abdul Wahab Tanoh Abee diperkirakan lahir tahun 1810 dan wafat pada tahun 1894, teman sepengajian Syekh Nawawi al Bantani dan teman seperjuangan Teungku Chik Di Tiro Muhammad Saman.
Beberapa tahun Teungku Muhammad Jakfar belajar di berbagai dayah kepada para ulama besar telah mengantarkan beliau menjadi seorang ulama yang mendalam ilmunya. Namun Teungku Muhammad Jakfar merasa ilmunya masih sedikit dan dangkal, sehingga mengantarkan beliau untuk belajar ke Mekkah.
Beliau berangkat ke Mekkah pada tahun1906, dan dua tahun sebelumnya Tuwanku Raja Keumala berangkat di tahun 1904 dan beliau pulang tahun 1910, sedangkan Tuwanku Raja Keumala pulang di tahun 1908. Dapat dipastikan keduanya berjumpa.
Pada tahun 1906 beliau mulai belajar kepada para ulama kota Mekkah, diantara yang paling masyhur pada masa itu adalah Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, ulama Padang yang pernah menjadi Khatib, Imam dan Mufti Mazhab Syafi’i di Mesjidil Haram.
Pada tahun 1906 ada beberapa ulama lain yang belajar di Mekkah diantaranya adalah ulama besar Medan, Mufti Kerajaan Deli Syekh Hasan Maksum. Setelah beberapa tahun di Mekkah menimba ilmu kepada para ulama di Mekkah, pulanglah beliau di tahun 1910.
Dan sejak tiba di Aceh, beliau telah pun menjadi seorang Teungku Chik yang memiliki ilmu yang luas. Mulailah Teungku Chik Muhammad Jakfar membangun lembaga pendidikannya di Jeureula pada tahun 1912.
Adapun abangnya Teungku Chik Muhammad Abbas melanjutkan kepemimpinan Dayah Lambirah yang telah dibangun oleh ayah mereka yaitu Teungku Chik Muhammad Lambirah. Teungku Chik Muhammad Jakfar beliau terkadang disebut dengan Teungku Chik di Jeurela karena dayah yang dibangunnya di Jeureula, kadang pula disebut dengan Teungku Chik di Lamjabat karena beliau menikah ke Lamjabat Banda Aceh, dan nama yang terakhir ini lebih identik dan melekat kepada beliau. Sejak berdiri Dayah Jeureula, maka datanglah para santri dari berbagai tempat untuk belajar dari beliau.
Diantara muridnya yang kemudian dikenal sebagai ulama di Aceh dan menjadi tokoh pembaharu pendidikan Aceh Besar adalah Teungku Abdul Wahab Seulimum, yang belajar kepada Teungku Chik Lamjabat selama 12 tahun, bahkan Teungku Abdul Wahab telah diangkat sebagai asisten dari teungku chik, yang dianggap telah mampu mendirikan dayahnya sendiri.
Sedangkan abang dari Teungku Chik Lamjabat yaitu Teungku Chik Muhammad Abbas dikenal dengan Teungku Chik Lambirah, dan salah satu muridnya yang juga menjadi ulama dan tokoh pendidikan Aceh Besar adalah Teungku Syekh Ibrahim Lamnga Montasik, yang dikenal dengan sebutan Teungku Syekh Ibrahim Ayahanda, yang merupakan anak dari Teungku Yunus atau Teungku Chik Dayah Lamnga.
Setelah dua puluh tahun didirikan sekitar tahun 1932, terjadi perubahan sistem pembelajaran di Dayah Jeureula, mulai dibangun sistem kelas dan adanya pembelajaran umum.
Sebagaimana hal yang dimaklumi bahwa sekembalinya Tuwanku Raja Keumala dari Mekkah pada tahun 1908, maka Aceh secara umum mengalihkan melawan penjajahan Belanda dengan mulai mengembalikan semangat pendidikan yang terhenti ketika berkecamuknya perang.
Walaupun perang terus berlangsung, namun pada periode ini beberapa ulama kembali membangun dayah yang telah lama mereka tinggalkan karena peperangan, termasuk munculnya lembaga pendidikan baru yang dibangun oleh para ulama yang baru menyelesaikan pendidikan mereka baik di Mekkah maupun di Yan Keudah Malaysia.
Beberapa ulama yang mendirikan lembaga pendidikan adalah Teungku Haji Muhammad Jakfar Lamjabat tahun 1912, Teungku Haji Hasan Kruengkalee tahun 1916, Teungku Muhammad Saleh Lambhuk tahun 1916, Teungku Muhammad Ali Lampisang tahun 1921, Teungku Haji Hasballah Indrapuri 1922, Teungku Syekh Mahmud Lhoknga atau Abu Syech Mud tahun 1928 dan para ulama lainnya.
Teungku Chik Lamjabat juga merupakan ulama yang menandatangani seruan jihad untuk mepertahankan Indonesia bersama dengan tiga ulama lainnya yaitu Teungku Haji Hasan Kruengkalee, Teungku Haji Ahmad Hasballah Indrapuri dan Teungku Muhammad Daud Beureueh. Maka setelah kiprah yang besar, wafatlah Teungku Chik Muhammad Lamjabat di tahun 1953.
Ditulis Oleh:
Dr. Nurkhalis Mukhtar El-Sakandary, Lc (Ketua STAI Al Washliyah Banda Aceh; Pengampu Pengajian Rutin TAFITAS Aceh; dan Penulis Buku Membumikan Fatwa Ulama)