Teungku Chik Pantee Geulima, Ulama dan Panglima Perang yang Disegani
Disebutkan hampir sepuluh tahun beliau belajar dengan tekun kepada para ulama yang ada disana, hingga mengantarkan beliau menjadi seorang syekh dan telah diangkat menjadi asisten seorang syekh di Mesjidil Haram.
Melihat kepada tahun kedatangan beliau di Mekkah, kemungkinan besar beliau segenerasi dengan Syekh Sayyid Bakri Syatta pengarang kitab I’anatuththalibin yang lahir tahun 1844 yang merupakan guru dari Syekh Ahmad Khatib Minangkabau dan Syekh Ali bin Husen al-Maliki. Dan hal yang dimaklumi bahwa Syekh Sayyid Bakri adalah murid kesayangan dari Mufti Mekkah yaitu Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan yang merupakan Syeikhul Masyayikh ketika itu.
Maka tidak mengherankan bila Teungku Syekh Ismail Yaqub kemudian menjadi alim besar sepulangnya beliau dari Mekkah, selain pintar dan cerdas, beliau adalah seorang yang gagah berani.
Sehingga kepulangan Syekh Ismail sangat dinantikan oleh para penuntut ilmu yang belajar di Dayah Pantee Geulima ketika itu yang hampir mencapai seribuan. Maka kepulangan beliau merupakan harapan besar untuk memajukan dan melanjutkan estafet kepemimpinan setelah ayahnya. Tidak berlebihan bila kemudian Teungku Chik Ismail Pantee Geulima merupakan guru yang dinantikan oleh murid-muridnya.
Diantara para ulama yang pernah belajar pada Teungku Chik Ismail Yaqub Pantee Geulima ialah Tuanku Raja Keumala, Teungku Ismail yang dikenal dengan Teungku Chik Empei Tring, Teungku Di CotPling, dan Teungku Chik Hasballah Meunasah Kumbang, serta para ulama lainnya yang kemudian menjadi pengayom masyarakat dan pejuang yang hebat.
Setibanya Teungku Syekh Ismail Yaqub dari Mekkah, keadaan Aceh dalam keadaan genting, dimana Belanda telah mulai mencaplok wilayah-wilayah Aceh dan menanamkan pengaruhnya dan menebarkan politik perpecahan. Melihat gelagat yang demikian, maka Teungku Chik Ismail Yaqub mulai mengatur siasat untuk mempersiapkan diri, beliau mendidik santrinya dengan sungguh-sungguh,dan melatih mereka untuk siap berperang.
Sehingga jadilah Dayah Pantee Geulima sebagai salah satu markas untuk melatih para pejuang Aceh dalam berbagai peperangan. Beliau dengan lima ratus pasukan terlatihnya senantiasa bersiap-siap terhadap berbagai kemungkinan yang dilakukan Belanda.