Teungku Chik Pantee Geulima, Ulama dan Panglima Perang yang Disegani
Setelah berakhirnya Sultan Mansur Syah di tahun 1870, pada tahun 1873 mulailah meletus perang Aceh ditandai dengan ultimatum Belanda kepada Sultan Aceh untuk tunduk dibawah kedaulatan Belanda. Tentu ultimatum tersebut ditolak oleh Sultan dan rakyat Aceh.
Maka Teungku Chik Pantee Geulima berangkatlah bersama lima ratus pasukan terlatihnya ke Aceh Besar dan Banda Aceh, untuk mengamankan wilayah kerajaan Aceh. Selama tiga tahun beliau dengan pasukannya melawan Belanda dan memukul mundur pasukan Belanda.
Pada tahun 1876 beliau dengan pasukannya kembali ke kawasan Meureudu, Samalanga, Keumala untuk mempersiapkan wilayah tersebut dan menjadi benteng terakhir bila Aceh Besar Kuta Karang, Lampisang, Seulimum, Tanoh Abee dikuasai.
Beliau memprediksi akan terjadi pertempuran yang lama antara Belanda dan para pejuang dari Aceh Besar. apalagi di tahun 1881 pulang dari Mekkah Teungku Chik Di Tiro yang siap memimpin peperangan. Demi mendengar pimpinan yang gagah berani Teungku Chik Di Tiro, maka para ulama lainnya seperti Teungku Chik Kuta Karang yang ketika itu sebagai mufti kerajaan Aceh juga ikut berjuang bersama Qadhi Rabbul Jalil Teungku Chik Tanoh Abee dan para ulama lainnya.
Adapun Teungku Chik Pantee Geulima memperkuat wilayah Keumala yang juga menjadi incaran Belanda, karena umumnya keluarga Sulltan Aceh berpindah ke Keumala dari Kuta Raja Banda Aceh. Termasuk keluarga sultan Aceh yang ikut bergerilya ialah Tuanku Raja Keumala yang dalam masa pengungsiannya banyak belajar agama kepada Teungku Chik Pantee Geulima sebelum beliau belajar di Mekkah nantinya.
Dan teman seperjuangan Tuanku Raja Keumala ialah Teungku Haji Ismail Empeu Tring yang kemudian dikenal sebagai Teungku Chik Empeu Tring Pimpinan Dayah di Indrapuri sebelum Teungku Haji Ahmad Hasballah Indrapuri.
Pada akhir tahun 1876 Teungku Chik Pantee Geulima diutus oleh Sultan untuk bernegosiasi ke Batak kepada pemimpin mereka Singsingamangaraja untuk memberitahukan perlawanan terhadap Belanda.
Disebutkan bahwa Raja Batak tersebut masuk Islam di tangan Teungku Chik Pantee Geulima. Dan seratus orang pasukan inti Teungku Chik Pantee Geulima menetap dan memperkuat Raja Singsingamangaraja tersebut. Sehingga pada tahun 1878 meletuslah peperangan antara Raja yang pemberani melawan Belandan.