Teungku Fakinah, Ulama Wanita dan Panglima Perang Aceh
Setelah syahid suaminya, Teungku Fakinah kemudian mulai turun ke kancah peperangan. Beliau mengumpulkan para wanita yang suaminya telah syahid di medan perang dengan membentuk pasukan “inoeng balee”, selain itu karena keahlian berdiplomasi dan keberaniannya, Teungku Fakinah kemudian diangkat sebagai panglima perang dengan tiga bataliyon tambahan dari pihak laki-laki selain satu bataliyon para janda yang telah disebutkan. Jadilah empat bataliyon berada dibawah kepemimpinan Teungku Fakinah.
Disebutkan, selain berani, cerdas, Teungku Fakinah adalah seorang yang rupawan. Beliau dan Cut Nyak Dhien memiliki banyak kesamaan dalam hal cerdas, alim dan rupawan. Setelah lebih kurang dua tahun menjanda Teungku Fakinah kemudian menikah dengan Teungku Nyak Badai yang juga ulama muda Pidie, lulusan Dayah Teungku Chik Tanoh Abee dan teman sepengajian Teungku Chik Di Tiro.
Bersama Teungku Nyak Badai, Teungku Fakinah kemudian semakin kokoh dalam perjuangan. Berbagai peperangan dilalui oleh dua pasangan tersebut, terhitung dari tahun 1876 sampai syahidnya Teungku Nyak Badai di tahun 1896 mereka terus bersama turun ke medan peperangan untuk menggelorakan jihad fi sabilillah.
Bahkan setelah wafatnya Teuku Chik Di Tiro panglima besar perang Aceh pada tahun 1891 dan Teungku Chik Abdul Wahab Tanoh Abee 1894, mereka terus melanjutkan estafet perjuangan.
Dan Teungku Fakinah juga sosok yang membujuk Cut Nyak Dhien agar mengingatkan suaminya Teuku Umar Meulaboh untuk kembali ke barisan perjuangan Aceh setelah beliau bergabung dengan Belanda selama tiga tahun. Sehingga Teuku Umar Johan Pahlawan kembali kebarisan perjuangan dan menemui syahidnya di ujong Kalak Meulaboh pada tahun 1889.
Walaupun para pimpinan besar perjuangan Aceh banyak yang berguguran di medan perang, Teungku Fakinah tetap teguh dalam keyakinan Perjuangannya. Beliau menetap berpindah-pindah mulai dari Lam Krak, Indrapuri, Keumala, Tangse, bahkan sampai ke Gayo bergerilya di dalam hutan bersama para pejuang termasuk menjaga isteri pemimpin Aceh agar tidak ditangkap Belanda seperti Cutpo Lamgugob dan Cut Awan yang merupakan istrinya Tuwanku Hasyim Banta Muda ayah dari Tuwanku Raja Keumala ulama dan bangsawan Aceh.