INFOACEH.NET, BANDA ACEH — Akademisi UIN Ar-Raniry dan Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh menyatakan, sudah seharusnya Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) Aceh perlu dilakukan evaluasi dan revisi agar norma-norma hukum menjadi lebih bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat Aceh.
Hal ini disampaikan oleh Mawardi Ismail SH MHum dan Prof Muhammad Maulana MAg dalam webinar nasional berjudul “Qanun LKS, Peluang dan Tantangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Aceh Paska 2024”.
Acara ini dilaksanakan oleh Prodi Hukum Ekonomi Syariah (HES) UIN Ar-Raniry Banda Aceh bekerja sama dengan KAHMI Aceh, Serikat Islam, Lakpesdam Nahdlatul Ulama (NU) Provinsi Aceh dan Himpunan Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah (HIMAHESA), Jum’at 8 November 2024. Acara yang di moderasi Dr Chairul Fahmi MA, diikuti lebih 90 peserta dari berbagai kalangan, baik dari Aceh maupun dari luar Aceh, bahkan dari Australia.
Dalam uraiannya Mawardi Ismail mengatakan, harus diakui untuk mengukur pertumbuhan ekonomi Aceh tidak cukup hanya dengan melihat peran Qanun LKS dan implementasinya, namun banyak faktor lainnya, seperti faktor Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), Modal, Investasi dalam negari dan Asing serta faktor lainnya.
Meskipun demikian, Qanun LKS juga mempunyai perang penting dan strategis, tidak saja dalam upaya pelaksanaan syariat Islam secara kaffah, namun berpengaruh terhadap system perekonomi dan keuangan di daerah.
Misalnya, pada awal-awal pelaksanaan qanun tersebut, pemerintah tidak mengantisipasi terhadap dampak buruk terhadap transaksi keuangan lembaga usaha bisnis atau UMKM.
“Banyak transaksi yang gagal, proses transfer antar perbankan yang mahal dan lain sebagaimana,” terangnya.
Selanjutnya Mawardi Ismail mengatakan, seharusnya dengan kebijakan pemerintah yang memberikan hak monopoli secara sistem kepada perbankan syariah di Aceh, masyarakat diberikan fasilitas melebihi bank konvensional, baik dalam konteks pelayanan maupun pembiayaan.
Sehingga animo masyarakat memilih bank Islam, bukan saja karena faktor religius tapi juga faktor ekonomi dan lebih unggul dari bank konvensional.
Hal yang saja juga disampaikan Prof Muhammad Maulana MA yang juga menjadi penulis buku “Qanun LKS: Peluang dan Tantangan”, bahwa ada banyak hal yang harus dievaluasi dari qanun, baik norma maupun implementasinya.
Misalnya, terkait dengan norma hukum, saat ini tidak ada ketentuan tentang lembaga yang menegakkan hukum jika ada norma dari qanun tersebut dilanggar.
Kemudian, banyaknya perbankan konvensional online (virtual banking) yang beredar di Aceh, juga tidak ditertibkan. Belum lagi, rentenir, dan lain-lain.
Selain itu, dalam pelaksanaan, misalnya pasal 14 Qanun LKS memerintahkan agar lembaga keuangan perbankan syariah mengutamakan penggunaan akad bagi-hasil dalam penyaluran dana (pembiayaan), namun pembiayaan yang digunakan oleh perbankan syariah umumnya menggunakan akad jual-beli (murabahah).
Akad jual-beli juga rata-rata margin rate-nya lebih tinggi dari perbankan konvensional.
Sementara salah satu peserta webinar yang juga praktisi pasar modal di Aceh, Muslim Hasan Birga menyampaikan, saat ini pelaksanaan Qanun LKS belum menyentuh koperasi.
Di Aceh lebih dari 3.000 koperasi, namun hanya beberapa yang sudah konversi ke syariah. Hal ini menjadi PR yang sangat besar bagi kampus dan Pemerintah Aceh ke depan.
“Jika ingin pelaksanaan Qanun LKS sebagai payung hukum pelaksanaan syariat Islam bidang perekonomian berjalan sempurna, maka tidak saja perbankan yang dikonversi ke syariah tapi semua lembaga keuangan non-bank juga harus berbasis sistem syariah,” imbuhnya.
Hal yang sama juga dikeluhkan Ihsan Fajri SH MH, seorang pengacara senior bidang perdata. Menurutnya, banyak sekali praktik leasing yang tidak sesuai dengan syariat Islam di Aceh.
“Pihak leasing asal saja menarik objek transaksi yang tertunda pembayaran, yang dilakukan oleh debt collector, padahal sudah ada Keputusan MK dan UU Fidusia yang melarangnya,” ungkapnya.
Kemudian dia mengatakan, sayangnya hal-hal seperti ini belum diatur secara khusus dalam qanun LKS.
Sementara Dr Muzakkir SH MH dari IAIN Langsa mengatakan pemerintah harus serius menerapkan Qanun LKS agar tidak hanya nama saja syariah, tapi praktiknya tidak syariah.
Sekretaris Prodi HES UIN Ar-Raniry Banda Aceh Azka Amalia Jihad ME.I selaku ketua panitia mengatakan, webinar ini dilakukan untuk mendiskusikan isu-isu krusial terkait perkembangan syariat Islam di Aceh bidang ekonomi”.
Dia juga melanjutkan kegiatan ini sekaligus menjadi referensi bagi Pemerintah Aceh ke depan dan pihak-pihak lainnya agar Aceh menjadi role model dalam pengembangan perekonomian berbasis syariah yang mempunyai nilai-nilai universal dan bermanfaat bagi umat.