BSI Aceh Diskriminatif dan Persulit Nasabah, Setoran Tunai ke Teller Ditolak dan Wajib ke ATM
Pada Senin siang (17/4/2023) saya pergi ke Bank Syariah Indonesia (BSI) Aceh Cabang Universitas Syiah Kuala (USK) yang berada di depan Fakultas MIPA USK.
Saya sudah bertahun-tahun pindah ke Mandiri Syariah (kini BSI) setelah sebelumnya menjadi nasabah setia BCA.
Saya termasuk jarang pergi ke bank, dan begitu kaget dengan aturan baru di BSI yang saya nilai mempersulit nasabah saat melakukan transaksi setoran tunai.
Kejadiannya bermula saat mulai mengambil nomor antrian, saya dicegat dengan cara yang agak kurang nyaman oleh petugas security dengan menanyakan “Ada yang bisa dibantu pak”.
“Saya mau setor,” jawab saya. Lalu muncul pertanyaan yang saya nilai tidak etis karena bagi saya itu bagian privasi.
Pertanyaannya : “Berapa nilai setorannya pak?.” Lalu saya jawab : “Untuk apa tanya nilai setoran?”. “Jika nilai setoran di bawah Rp 5 juta tidak bisa di teller, pak tapi harus di ATM Setoran Tunai,” jawab security itu.
Saya pun dengan sedikit kesal dan merasa dipersulit hanya untuk “Ingin kasih duit” ke Bank harus pergi ke ATM yang jaraknya sekitar 20 meter dalam panas terik dan masalah lain menanti di ATM.
Saya harus mengantri, kebayang jika panjang antriannya, berdiri lama, tidak nyaman dan saya baru ingat lupa bawa kartu ATM, tapi saya bawa ponsel yang sudah terinstal aplikasi BSI Mobile Banking.
Saya tanya ke adik mahasiswi, apakah harus pakai kartu ATM untuk setor? Iya pak, kata mahasiswi itu.
Hal ini bagi saya aneh, karena ATM bisa tarik tunai pakai Aplikasi Mobile Banking tapi nggak bisa setor pakai aplikasi.
Bagi saya, agak idiot sistem seperti ini. Katanya digitalisasi, tapi masih pakai kartu-kartuan. Tidak bisa setor pakai aplikasi.
Apalagi saya sudah bertahun-tahun memiliki gaya hidup cardless (tanpa kartu), kemana-mana sering nggak bawa kartu ATM, kecuali mendesak.
Bahkan dulu saya jika ingin setor tak perlu bawa kartu dan buku rekening, cukup tulis dan isi nomor rekening saja. Simpel, praktis.
Saya pun terpaksa kembali lagi ke dalam Bank untuk konfirmasi ke Satpam yang merangkap mobile customer service ini.
“Saya lupa bawa kartu ATM, apakah masih bisa setor?. “Maaf pak tidak bisa”, jawabnya.
Saya pun langsung keluar dan pulang dengan perasaan yang sangat kecewa. Tidak ada solusi apapun dari manajemen, dan tidak ada satupun yang peduli inisiatif membantu.
Saya membayangkan bagaimana jika rakyat kecil lain jika diperlakukan semena-mena dan diskriminatif seperti ini.
Bahkan terkesan menghina. Hanya orang kaya yang boleh mendapatkan layanan “manusia” dan nyaman, rakyat kecil dilarang. Rakyat kecil cukup dilayani “mesin” dan antri panjang habis waktu karena ATM setor cuma satu unit.
Ini bukanlah syariat Islam yang kita kenal dimana agama ini menyuruh umatnya untuk mempermudah bukan mempersulit.
Bahkan jika ada umat yang mempersulit, ancamannya sangat besar di akhirat kelak.
Saya meminta Pimpinan BSI di Aceh untuk adil jangan menggunakan cara-cara kapitalis dan tidak bersyariah dalam melayani nasabah dengan memprioritaskan orang berduit saja.
Coba anda bayangkan, jika ada rakyat kecil yang ingin menyetor sedikit keuntungan usahanya harus rela antri panjang berpanas-panasan di luar sementara orang kaya, pajabat, elit anda muliakan di ruang ber-AC.
Kami minta hapus aturan wajib setoran mesin untuk setoran di bawah Rp 5 juta karena mempersulit rakyat.
Jangan sembarang menetapkan aturan pusat yang mungkin sesuai digunakan di kota-kota besar yang sudah maju ekonominya lalu serta merta diterapkan di Aceh yang masih termiskin di Sumatera ini.
Pertimbangkan segala aturan di Aceh dengan bijaksana sesuai kearifan lokal dan kondisi di Aceh. (*)
Penulis:Â
Teuku Farhan, Pengurus MES Aceh
(Anggota Departemen Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Keuangan Inklusi Syariah)