Banda Aceh — Erlidawati MSi, Dosen Program Studi (Prodi) Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala (FKIP USK) giat menyosialisasikan penggunaan pupuk organik kepada para petani dan masyarakat.
Sejak Juni 2020, Erlida mulai bergerak secara individu untuk memperkenalkan penggunaan pupuk non kimia ke berbagai daerah di Aceh, seperti Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Bireuen dan Aceh Utara.
“Penggunaan pupuk organik sudah saya sosialisasikan kepada petani di beberapa daerah di Aceh yang menanam tanaman pangan (padi, sayur dan lainnya) dan tanaman keras seperti sawit”, kata Erlida.
Erlida menyosialisasikan kepada masyarakat dengan memberi penjelasan dan mengaplikasikan langsung ke lahan yang ada. Biasanya, sosialisasi dilakukan di rumah kepala desa, balai desa dan di lahan yang bermasalah untuk mengaplikasikannya secara langsung.
Tujuan Erlida melakukan kegiatan ini secara sukarela adalah untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia, dan menjaga alam dari kerusakan bahan-bahan kimia.
“Penggunaan pupuk kimia dan pestisida dalam memberantas hama adalah langkah keliru, yang menyebabkan alam dan isinya terkontaminasi racun. Penggunaan pupuk sebagai pestisida alami tak hanya dapat membasmi hama dengan baik, namun tetap ramah lingkungan”, kata Erlida.
Erlida menambahkan, pupuk organik yang selama ini ia gunakan ini bisa memperbaiki unsur tekstur tanah, yang akhirnya dapat meningkatkan produktivitas tanaman.
Keunggulan lainnya dalam memberantas hama tanaman adalah daya infeksi yang selektif terhadap serangga sasaran.
Sehingga tidak akan meninggalkan residu beracun pada hasil pertanian dalam tanah dan tidak menyebabkan keracunan pada tanaman.
Selain itu, tambahnya, harga pupuk alami yang ia gunakan lebih murah dibandingkan dengan pupuk kimia. Sebanyak 30 pupuk atau Rp 125.000 bisa digunakan untuk 1.000 meter lahan. Jika luas lahan satu hektar, maka dibutuhkan sekitar Rp 1.250.000 untuk lima kali proses pemupukan.
Hasil pengamatannya di lapangan memperlihatkan, pengunaan pupuk organik organik dapat menekan penggunaan pupuk anorganik antara 25 – 50 %.
“Jika kita menggunakan pupuk organik ini untuk menanam padi, maka anakan padi yang tumbuh akan lebih banyak,” jelasnya.
Menurut Erlida, respon petani/masyarakat sangat baik setelah mereka melihat langsung hasil pengaplikasiannya. Selain meringankan biaya pemupukan, penggunaan pupuk alami ini dapat mempercepat masa panen, meningkatkan unsur hara tanah, memaksimalkan hasil produksi, meningkatkan kualitas produksi dan menjadikan imunitas tanaman lebih kuat.
“Alhamdulillah, saat ini masyarakat sudah mulai percaya penggunaan pupuk organik yang ramah lingkungan dan menghasilkan pangan yang sehat setelah melihat sendiri hasil panennya,” terangnya.
Saat ini Erlida dan timnya sedang berupaya menjalin kerja sama dengan berbagai instansi pemerintahan, seperti yang sudah ia lakukan dengan pemerintah kabupaten Bireuen dan Aceh Besar beberapa waktu lalu. (IA)