Banda Aceh — Berlakunya Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) seakan menjadi alasan sekaligus dalih bagi Bank Rakyat Indonesia (BRI) di Aceh atas permasalahan layanannya terutama berkaitan dengan sistem di Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
Buruknya layanan ini bukan hanya merugikan nasabah, namun juga seakan menunjukkan BRI tidak siap untuk disyariahkan.
“Setelah penerapan Qanun Lembaga Keuangan Syariah, layanan ATM BRI terus memburuk di Aceh, khususnya di Banda Aceh misalkan. Kondisi ini tentunya sangat merugikan nasabah,” kata Ketua Yayasan Aceh Kreatif, Delky, dalam keterangannya, Senin (26/10).
Kesigapan BRI maupun anak perusahaannya yakni PT BRI Syariah sebagai salah perbankan milik BUMN di Aceh patut dipertanyakan publik. Padahal pemberlakuan sistem perbankan syariah di Aceh bukan hanya pada BRI, namun juga bank lainnya, sebagai contoh BNI.
“Sebagai perbandingannya, kita bisa lihat pada BRI jika dilakukan pengiriman ke BRI Syariah dikenakan biaya pengiriman, sementara dari BNI ke BNI Syariah tidak dikenakan biaya pengiriman.
Itu baru satu contoh, belum lagi kondisi jaringan ATM yang sangat buruk dan sering error. Ini menunjukkan bahwa BRI di Aceh sedang tidak baik-baik saja dan sangat sering justru merugikan nasabah,” ujarnya.
Masih, kata Delky, permasalahan lainnya yang kerap terjadi di ATM BRI yang kini sering mendalilkan syariah sebagai masalah yakni seperti penarikan yang saldo terpotong tapi uang tidak keluar, ternyata mesin ATM-nya sering mengalami kekosongan atau sedang error.
“Bayangkan saja jika hal itu terjadi dan dialami ratusan bahkan ribuan nasabah. Kemudian nasabah tersebut harus membuat pelaporan dan akan diproses 3-10 hari kerja.
Bagaimana jika nasabah membutuhkan uang pada hari itu juga, katakan saja kebutuhan mendesak seperti nasabah yang perlu untuk membeli obat dan seterusnya, tentu ini akan sangat merugikan nasabah.
Itu hanya beberapa contoh saja bahwa pelayanan BRI di Aceh sangatlah buruk dan memprihatinkan serta kerap merugikan nasabah, bisa jadi masih banyak permasalahan lainnya yang terjadi dan lebih memprihatinkan,” jelas mantan Kabid Advokasi Forum Paguyuban Mahasiswa dan Pemuda Aceh ini.
Sebagai civil society, ia meminta agar Direktur Utama BRI Pusat sesegera mungkin melakukan evaluasi kinerja Kanwil BRI Aceh.
“Segera lakukan evaluasi dan copot pejabat atau manajemen yang tidak becus, jangan sampai BRI sebagai bank BUMN terus-terusan merugikan nasabah. Managemen yang tidak siap untuk memberikan pelayanan profesional harus dicopot dan digantikan oleh yang sanggup.
Jika ini tidak dilakukan, maka kami mengajak masyarakat Aceh khususnya untuk sama-sama pindah bank daripada harus terus-terusan mendapatkan pelayanan yang buruk,” pungkasnya. (IA)