Foto: Kantor Otoritas Jasa Keuangan Aceh di kawasan Pango Banda Aceh
*Hanya untuk Usaha Terdampak Covid-19
Banda Aceh — Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh, Aulia Fadly ikut memberikan penjelasan terkait
kelonggaran/relaksasi cicilan kredit usaha mikro dan usaha kecil untuk nilai dibawah Rp 10 miliar, baik kredit/pembiayaan yang diberikan oleh bank maupun industri keuangan
non-bank kepada debitur perbankan.
Agar dapat dipahami oleh masyarakat, OJK menekankan kepada seluruh bank agar dalam pemberian kebijakan restrukturisasi ini dilakukan secara bertanggungjawab, agar tidak terjadi moral hazard.
“Jangan sampai kebijakan ini jadi aji mumpung dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab. Ini hanya untuk debitur yang sebelumnya lancar, namun kemudian jelas-jelas menurun kinerja usahanya sebagai dampak penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). OJK justru meminta bank agar proaktif membantu debiturnya dengan menawarkan skema restrukturisasi yang tepat, baik dari sisi jangka waktu, besaran cicilan ataupun relaksasi bunga,” ujar Aulia Fadly, Minggu (29/3).
Sebagai suatu ilustrasi bentuk moral hazard dan pemberian restrukturisasi yang tidak bertanggungjawab antara lain adalah kebijakan restrukturisasi diberikan kepada nasabah
yang sebelum merebaknya Covid-19 sudah bermasalah, namun memanfaatkan stimulus ini
dengan memberikan restrukturisasi agar status debiturnya menjadi lancar. Tindakan tidak terpuji
ini yang harus dihindari oleh bank.
Penjelasan dari Kepala OJK Aceh ini terkait adanya keresahan dari kalangan perbankan di Aceh, menyusul adanya sebagian debitur yang tidak akan membayar cicilan kredit hingga satu tahun ke depan
Para debitur tersebut berdalih, hal itu sudah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, bahwa OJK
memberikan kelonggaran/relaksasi dengan penundaan tagihan kredit sampai satu tahun dan penurunan bunga.
“Padahal dalam ketentuan yang mengatur pelaksanaan restrukturisasi kredit/pembiayaan, itu hanya untuk usaha debitur yang terhenti sebagai akibat dampak dari penyebaran wabah Coronavirus Disease (Covid-19),” terangnya.
Menurutnya, POJK No. 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical mengatur bahwa debitur yang mendapatkan perlakuan khusus dalam POJK ini adalah debitur (termasuk debitur UMKM) yang mengalami kesulitan memenuhi kewajiban pada bank karena debitur atau usaha debitur terdampak penyebaran COVID-19 baik langsung atau tidak langsung.
Antara lain pada sektor ekonomi antara lain pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.
“Dalam POJK ini jelas diatur, pihak bank dapat melakukan restrukturisasi seluruh kredit/pembiayaan kepada seluruh debitur, termasuk debitur UMKM, sepanjang debitur-debitur tersebut teridentifikasi terdampak COVID-19. Pemberian perlakuan khusus tersebut tanpa melihat batasan plafon kredit/pembiayaan,” ujar Aulia Fadly.
Menyangkut mekanisme dan restrukturisasi kredit/pembiayaan
tersebut, Aulia Fadly menyebutkan, kualitas kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi dapat diberikan kepada debitur yang teridentifikasi terkena dampak penyebaran COVID-19.
Debitur wajib mengajukan permohonan restrukturisasi melengkapi dengan data yang diminta oleh bank/leasing. Lalu pihak bank/leasing akan melakukan asesmen antara lain terhadap apakah debitur termasuk yang terdampak langsung atau tidak langsung, historis pembayaran
pokok/bunga.
“Kemudian bank/leasing memberikan restrukturisasi berdasarkan profil debitur untuk menentukan pola restrukturisasi atau perpanjangan waktu, jumlah yang dapat
direstrukturisasi termasuk jika masih ada kemampuan pembayaran cicilan yang nilainya melalui penilaian atau diskusi antara debitur dengan bank/leasing. Hal ini tentu memperhatikan pendapatan debitur yang terdampak akibat Covid-19,” tukasnya.
Restrukturisasi kredit/pembiayaan dilakukan mengacu pada POJK mengenai penilaian kualitas aset, antara lain dengan penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit/pembiayaan, dan konversi kredit/pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara.
“Berbagai skema tersebut diserahkan sepenuhnya kepada bank dan sangat tergantung pada hasil identifikasi bank atas kinerja keuangan debitur ataupun penilaian atas prospek
usaha dan kapasitas membayar debitur yang terdampak Covid-19,” terangnya.
Jangka waktu restrukturisasi ini juga sangat bervariasi tergantung asesmen bank terhadap debiturnya dengan jangka waktu satu tahun.
Dalam penerapan ataupun skema restrukturisasinya dapat
bervariasi dan sangat ditentukan kebijakan masing-masing bank tergantung asesmen terhadap profil dan kapasitas membayar debiturnya.
Kelonggaran cicilan sampai satu tahun lebih ditujukan pada debitur kecil sektor informal, usaha mikro, pekerja berpenghasilan harian yang memiliki kewajiban pembayaran kredit untuk menjalankan usaha produktif mereka.
Misalkan pekerja informal yang memiliki tagihan kepemilikan
rumah dengan tipe tertentu atau program rumah sederhana, pengusaha warung makan
yang terpaksa tutup karena ada kebijakan work from home (WFH). Relaksasi dengan penundaan pembayaran pokok satu tahun dapat diberikan kepada debitur yang diprioritaskan.
Dalam periode 1 tahun itu debitur dapat diberikan
penundaan/penjadwalan pokok dan/atau bunga dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan ataupun asesmen bank/leasing misal 3,6,9, atau 12 bulan.
“Kebijakan jangka waktu penundaan yang diberikan sangat erat kaitannya dengan dampak Covid-19 terhadap debitur, termasuk masa pemulihan usaha dan kemajuan penanganan atau penurunan wabah Covid-19,” sebutnya. (m)