Pansus DPRA Segera Panggil Medco Terkait Pencemaran Limbah di Aceh Timur
Ahmad Shalihin menyebutkan warga empat desa yaitu Blang Nisam, Alue Ie Mirah, Suka Makmur, dan Jambo Lubok Aceh Timur sudah empat tahun mencium bau tak sedap.
Warga di empat desa itupun kian resah dan telah melakukan protes berulang kali sejak tahun 2019 lalu. Namun, protes tersebut tak kunjung mendapat perhatian maupun respon positif dari Pemerintah Aceh maupun perusahaan hingga awal 2023.
Ironisnya, kata Ahmad Shalihin, Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) yang memiliki fungsi pengawasan terkesan lebih berpihak kepada perusahaan. Menurutnya respon pemerintah maupun BPMA telah menyakiti para korban dengan masih saja berlindung dibalik Permen LHK No. 14 Tahun 2020 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara.
Dia mengatakan pemerintah, BPMA, maupun DPR Aceh seharusnya sensitif dengan dampak kesehatan warga. Terlebih warga memiliki hak untuk hidup sehat berdasarkan Pasal 65 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
Ahmad Shalihin mengatakan masyarakat dapat saja menggunakan hak gugat sesuai Pasal 91 UU PPLH jika pemerintah terus abai. Kendati demikian, warga yang tinggal di lingkar tambang maupun Walhi Aceh belum berniat untuk mempergunakan pasal tersebut, meskipun terus mengumpulkan dokumen dan bukti-bukti pencemaran udara tersebut.
“BPMA dan Pemerintah Aceh itu jangan jadi juru bicara perusahaan, jangan selalu berlindung di balik Permen No. 14 itu, harus memiliki sikap sensitivitas lah sedikit terhadap kondisi kesehatan warga,” katanya.
Sebagai catatan, Pansus Perizinan Migas, Minerba dan Energi Aceh beranggotakan Tarmizi SP (PA), Iskandar Usman Al Farlaky (PA) Khalili SH (PA) drh Nurdiansyah Alasta MKes (Partai Demokrat), Ilham Akbar ST (Golkar), Edy Asaruddin (Gerindra), Asrizal H Asnawi (PAN), Fakhrurrazi H Cut (PPP), dr Purnama Setia Budi SpOG (PKS), M Rizal Falevi Kirani (PNA), dan H Azhar MJ Roment (PKB-PDA). (IA)