LHOKSUKON – Pj Bupati Aceh Utara Mahyuzar menyampaikan kekecewaannya dengan sikap PT Bank Aceh Syariah (BAS) yang tidak mau melakukan penyertaan modal kepada PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Aceh Utara yang masih menganut sistem konvensional.
Opini tanpa solusi yang dikeluarkan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Penasehat Hukum Bank Aceh Syariah membuat Pj Bupati Aceh Utara kecewa dan menyayangkan sikap BAS.
Mahyuzar dalam pernyataannya, Selasa (16/1/2023) menyebutkan, kekecewaan ini bermula pada saat Pemkab Aceh Utara mengirimkan surat kepada PT Bank Aceh Syariah dengan nomor surat 500/94/2023 tanggal 13 Februari 2023 perihal Permohonan Penyertaan Modal pada PT BPR Aceh Utara.
Berdasarkan surat tersebut, pihak Direksi PT Bank Aceh mengirimkan surat nomor 3199/DIR/BA//VIII/2023 tanggal 15 Agustus 2023 perihal Penyertaan Modal Bank Aceh pada BPR Aceh Utara kepada Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Perwakilan Provinsi Aceh.
Selanjutnya, berdasarkan surat dari Direksi PT Bank Aceh, Kepala OJK Provinsi Aceh di Banda Aceh menyampaikan beberapa hal.
Pertama, berdasarkan Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang telah efektif berlaku pada Januari 2019, namun hingga saat ini status PT BPR Aceh Utara masih tercatat sebagai Lembaga Keuangan Konvensional dan belum melakukan konversi menjadi Lembaga Keuangan Syariah.
Kedua, mengacu pada POJK Nomor 22 tahun 2022 tanggal 1 November 2022 perihal Kegiatan Penyertaan Modal oleh Bank Umum, bahwa “bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dilarang melakukan penyertaan modal selain kepada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan berdasarkan prinsip syariah”.
Ketiga, terhadap permohonan penyertaan modal pada PT BPR Aceh Utara tersebut, Bank Aceh memohon rekomendasi OJK Provinsi Aceh sehingga kegiatan penyertaan modal tersebut nantinya tidak melanggar seluruh regulasi OJK, ketentuan perundangan dan memenuhi seluruh prinsip syariah yang berlaku.
Keempat, sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut turut disampaikan opini Dewan Pengawas Syariah (DPS) Bank Aceh Nomor 002/DPS/2024 tanggal 09 Desember 2024 perihal Permohonan Pernyataan Modal Bank Aceh ke PT BPR Aceh Utara dan Pendapat Hukum (Legal Opinion) Kantor Penasehat Hukum Ampon Dani dan Partners Nomor 002/LF.AD/LO.BA.PM/I/2024 tanggal 10 Januari 2024 perihal Pendapat Hukum.
Surat Direksi PT Bank Aceh Syariah Nomor 179/DIR/BA/I/2024 di atas ditandatangani oleh Direktur Utama PT Bank Aceh Syariah Muhammad Syah dan dikeluarkan pada tanggal 10 Januari 2024 atau bertepatan dengan 28 Jumadil Akhir 1445 Hijriah.
Karena tidak kunjung penyertaan modal dari BAS, maka OJK Aceh menyerahkan BPR Aceh Utara kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Pada tanggal 12 Januari 2024.
LPS pusat mengaktifkan semua perangkat, dengan menempatkan beberapa personelnya ke BPR Aceh Utara, Senin, 15 Januari secara resmi dan beberapa staf LPS pusat sudah memasuki kantor BPR Aceh Utara.
Pengambilan alih ini dengan beberapa opsi yang ditawarkan. Opsi penyelamatan, opsi mengalihkan, opsi ditangani bank perantara, atau opsi likuidasi.
Menurut hasil rapat dengan LPS Pusat opsi penyelamatan merupakan solusi.
Sehingga, pada Selasa (16/1/2024), LPS Pusat mengundang Pj Bupati Aceh Utara, Dirut BAS, DPS BAS, Komite Syariah LPS, Direktur non aktif BPR Aceh Utara, Pemegang Saham BPR Aceh Utara untuk menghadiri meeting secara zoom.
Mahyuzar, selaku Pj Bupati Aceh Utara berkomitmen menyelamatkan BPR Aceh Utara, dan akan mengkonversi ke syariah sekaligus akan mengembangkan BPR melalui jejaring BUMDES.
Selain itu Komite Syariah LPS juga memberikan saran yang sama untuk menyelamatkan BPR Aceh Utara, mengingat suntikan dana dari BAS untuk proses konversi dari konvensional ke syariah bukan untuk investasi di sektor ribawi.
Yang menjadi permasalahan dan yang dikhawatirkan oleh DPS BAS jika dana tersebut dipakai untuk investasi sektor ribawi, begitu penjelasan Prof Syahrizal Abbas.
Menurut sejarah PT BPR Aceh Utara didirikan pertama sekali untuk memperluas jejaring Bank Pembangunan Daerah pada saat itu, sehingga direktur yang ditunjuk adalah dari pihak Bank Aceh. Namun dalam kondisi tidak sehat dari tahun 2018.
Untuk menyehatkan PT BPR Aceh Utara tersebut harus dikonversi menjadi perbankan syariah. Untuk melakukan hal tersebut, BPR Aceh Utara disyaratkan pertama harus memiliki modal Rp 3 miliar dan untuk selanjutnya Rp 6 miliar.
Mahyuzar meminta penyertaan modal dari PT Bank Aceh bertujuan untuk menyelamatkan BPR Aceh Utara dan itu sudah dibahas dalam RUPS bahwa BPR Aceh Utara wajib diselamatkan.
“Persoalan yang dialami PT BPR Aceh Utara ini dibawa ke ranah PT Bank Aceh. Ini dilakukan karena Kabupaten Aceh Utara merupakan pemilik modal terbesar kedua setelah Pemerintah Aceh. Selain itu pemerintah Aceh Utara berencana merubah Perbup tentang penyertaan modal untuk BPR Aceh Utara sehingga BAS dapat mengakuisisi BPR Aceh Utara menjadi jejaring BPRS terluas di nusantara,” jelasnya.
“Sekarang PT BPR Aceh Utara dalam kekuasaan LPS. BPR Aceh Utara dalam keadaan rekonsiliasi. Semua kewenangan sudah diambil alih oleh LPS, termasuk Direktur BPR Aceh Utara sudah tidak berfungsi lagi. Karyawan BPR Aceh Utara tetap bekerja seperti biasanya tetapi mereka di bawah kendali LPS,” pungkas Mahyuzar. (IA)