BANDA ACEH — Munculnya polemik berkepanjangan terkait pemilihan Direktur Utama (Dirut) Bank Aceh Syariah (BAS) yang telah berlangsung sejak 10 Oktober 2022 hingga saat ini, dinilai merupakan implikasi ketidakpahaman dan peranan Dewan Komisaris (Dekom) BAS yang terlalu mengedepankan kepentingan tertentu dibandingkan dengan profesionalisme sebuah perbankan.
Sehingga proses assesmen Dirut yang dilakukan berpolemik dan menuai kejanggalan di mata publik.
“Kita meminta Dekom bertanggung jawab terkait polemik pemilihan Dirut BAS. Pasalnya, sepanjang berdirinya BAS, pemilihan Dirut kali ini merupakan proses paling panjang dengan polemik yang begitu rumit. Pada assesmen pertama, kedua calon yang diajukan tak lewat fit and propert test yang dilakukan OJK, kemudian assesmen kedua ditenggarai dengan sejumlah kejanggalan hingga bermuara kepada munculnya politik identitas hingga marwah ke-Acehan,” ungkap Ketua Aceh Kreatif Delky Nofrizal Qutni, Jum’at (17/2/2023).
Delky menjelaskan, jika dilihat dari awal, bahkan proses pemberhentian Dirut BAS hingga ditunjuknya Plt Dirut BAS juga dilakukan sepihak oleh Dekom tanpa melalui RUPS. Ditambah lagi, proses assesmen yang dilakukan justru menuai berbagai kejanggalan.
Delky menjelaskan, pada proses pemilihan kedua kalinya dilakukan yang melibatkan LPPI, justru malah terkesan hanya sebagai sarana menganulir calon Dirut, dan meloloskan pihak yang diinginkan.
“Dari 12 calon Dirut BAS baik dari eksternal maupun internal, 3 calon yang diberikan rekomendasi baik justru kabarnya ternyata tak pernah mengikuti sekolah tinggi perbankan di LPPI, sehingga publik mempertanyakan kredibilitas LPPI,” katanya.
Ketika itu, lanjut Delky, LPPI justru terkesan buang badan dan tak ingin bertanggung jawab atas tiga nama yang diberikan rekomendasi.
“Jadi, karena LPPI buang badan dan melempar tanggung jawab itu kepada BAS, tentunya wajar publik menduga bahwa nama-nama yang dilewatkan memang sudah ada request dari Ketua Komite Remunerasi dan Nominasi (KRN) dan Dekom BAS ketika dibawa ke LPPI, dan proses yang dilakukan dinilai hanyalah untuk memuluskan rencana menganulir kandidat calon Dirut BAS lainnya,” bebernya.
Tak hanya itu, isu penolakan Pemegang Saham Pengendali (PSP) terhadap calon Dirut BAS dari internal akhirnya juga mencuat hingga memantik kisah lama di publik tentang adanya permintaan CSR Pj Gubernur Aceh saat ini ketika dirinya menjabat Pangdam Iskandar Muda (IM) yang tak diakomodir oleh BAS sehingga tercium adanya keinginan menghadirkan pihak eksternal untuk memimpin BAS.
“Kisah lalu itu pula yang diduga sengaja dikemas oleh Dekom untuk mengamankan posisinya di mata PSP demi memuluskan intrik-intrik dan maksudnya di bank kebanggaan rakyat Aceh itu. Belum lagi berhembus di publik adanya campur tangan mantan orang nomor satu di Aceh untuk memuluskan agenda tertentunya di Bank Aceh Syariah melalui Dekom, benar atau tidaknya ini tentu publik akan menghubung-hubungkan dengan polemik yang muncul di bank plat merah itu,” ujarnya.
Dari dua nama yang akhirnya disetujui Pj Gubernur Aceh sebagai PSP untuk dikirimkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengikuti fit and proper test yakni Muhammad Syah dan Nana Hendriana juga menuai polemik karena dinilai tak wajar oleh publik hingga munculnya isu kedekatan Pj Gubernur Aceh dengan calon Dirut dari eksternal, hingga cerita kalangan internal yang seakan hanya pelengkap saja.
“Kenapa muncul demikian, karena seorang Kepala Cabang Tipe B Kuala Simpang yang direkomendasikan untuk mendampingi kalangan eksternal seakan untuk memenuhi syarat saja. Karena logikanya kalau kita analogikan dalam militer misalkan, bagaimana mungkin seorang yang sebelumnya hanya menjadi Dandim ditunjuk untuk kadi Pangdam, tentunya terkesan tak logis di mata publik. Belum lagi calon yang dijagokan dari kalangan eksternal itu kabarnya belum 15 tahun di perbankan syariah,” paparnya.
Ternyata tak berhenti disitu, kata Mantan Kabid Advokasi Forum Paguyuban Mahasiswa Pemuda Aceh (FPMPA) itu, isu identitas Aceh dan luar Aceh hingga ditanggapi sebagai marwah oleh Ketua Forbes DPD/DPR RI asal Aceh hingga terkesan memaksakan OJK untuk menunjuk langsung yang dari kalangan internal.
“Ini lucu lagi, sejak kapan OJK yang memilih Dirut BAS, sebenarnya OJK cuma dalam rangka melakukan fit and propert test. Padahal jika kita melihat lebih nyata ini bukan persoalan orang Aceh atau luar Aceh, ini persoalan kepatutan proses asesmen di mata publik, jika prosesnya saja sudah janggal bagaimana bisa dikatakan ideal, toh mulai dari proses pemberhentian Dirut yang berakhir masa jabatannya, lalu penunjukan Plt Dirut hingga penentuan kriteria assesmen tidak dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), apa ada keinginan untuk memuluskan calon yang diinginkan pemilihan pun nantinya tanpa RUPS, ini juga jadi tanda tanya besar,” lanjutnya.
Pria yang dikenal dengan inisiator Qanun Pembangunan Kepemudaan Aceh itu juga menyarankan kepada OJK untuk merekomendasikan agar dilakukan pemilihan ulang dan sebelum proses itu dilakukan terlebih dahulu dilakukan RUPS.
Selain itu, hal yang tak kalah pentingnya, Pj Gubernur Aceh selaku PSP BAS hendaknya sesegera mungkin melakukan evaluasi Dewan Komisaris, karena yang bertanggung jawab atas polemik yang timbul selama ini yaitu Dewan Komisaris.
Dewan Komisaris Bank Aceh Syariah saat ini dijabat oleh dr Taqwallah MKes sebagai Komisaris Utama dan tiga Komisaris Independen yakni Abdussamad, Mirza Tabrani dan Muslim A. DJalil.
“Seharusnya Dewan Komisaris itu terutama Komisaris Utama ya Sekda aktif atau Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (BPKA), karena Komisaris Utama itu perpanjangan tangan Pemerintah Aceh di BAS. Inikan aneh, Dekom BAS sudah bukan pejabat utama di Pemerintah Aceh saat ini, juga bukan sosok yang memiliki latar belakang dan pengalaman di dunia perbankan.
Jadi wajar kan kebijakan-kebijakan di perbankan plat merah itu terus menerus menuai polemik. Itu cuma saran, jika memang Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki benar-benar ingin membenahi dan memajukan Bank Aceh Syariah,” pungkasnya. (IA)