BANDA ACEH – Koalisi NGO HAM Aceh menemukan data baru terkait efek tidak beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PT Solusi Bangun Andalas (SBA) Aceh di Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar akibat tidak adanya pekerja yang mengoperasikan PLTU sebagai komponen utama keberlangsungan produksi pabrik semen.
Menurut Direktur Koalisi NGO HAM Aceh Zulfikar Muhammad, dilihat dari sumber terpercaya, dan dikutip dari pernyataan Win Bernadino Head of External Relation PT Solusi Bangun Andalas (PT SBA), disampaikan bahwa PT SBA memiliki kapasitas produksi 1,8 juta ton semen per tahun.
“Berdasarkan konsultasi dan diskusi yang kami bangun dengan beberapa ahli kelistrikan, apabila ke-52 karyawan tersebut tidak dapat bekerja maka sudah dapat dipastikan PLTU tidak dapat dioperasikan. Apabila PLTU tidak dapat dioperasikan maka Pabrik Semen PT SBA juga tidak dapat dioperasikan. Artinya terdapat efek yang cukup panjang dengan tidak dipenuhinya tuntutan ke-52 karyawan PT LNET tersebut terhadap pendapatan perusahaan milik negara tersebut,” kata Zulfikar Muhammad dalam keterangannya, Rabu (13/10).
Zulfikar menjelaskan jika dihitung total produksi sebagaimana disampaikan pihak PT SBA, yaitu 1,8 juta ton semen pertahun yang diproduksi, apabila angka tersebut dikoversikan ke dalam hitungan kilogram (kg) maka muncul angka 1,8 miliar kg. Artinya, produksi semen PT SBA 150 juta kg perbulan dan 5 juta kg perhari.
“Sehingga apabila total produksi PT SBA adalah 5 juta kg perhari atau 5000 ton perhari, pendapatan PT SBA dikalikan dengan harga semen berkisar 3000/kg maka pendapatan yang seharusnya diperoleh perusahaan pelat merah tersebut adalah Rp 15 miliar perharinya,” ujarnya.
“Itukan sudah ada pernyataan pihak PT SBA terkait denga adaya gangguan operasional sehingga terhentinya operasional. Namun terhitung sejak 52 pekerja tersebut tidak dapat bekerja lagi di PLTU akibat diblokirnya akses masuk oleh pihak PT SBA maka terhitung sejak 1 sampai 13 Oktober 2021 sudah 12 hari lamanya operasional pabrik terganggu sehingga terhentinya operasional.
Akibat tidak produksi kerugian yang dialami PT SBA selama 13 hari tinggal dikalikan saja dengan total pendapatan perhari yaitu 15 miliar dikalikan 13 hari totalnya 195 miliar Rupiah,” tambah Zulfikar.
Menurut Zulfikar, dari kerugian tersebut dengan status perusahaan adalah perusahaan negara, maka penghitungan tersebut diduga merupakan bentuk kerugian yang nyata akibat perbuatan dan/atau kebijakan yang diperbuat pihak PT SBA.
“Sehingga kami juga meminta lembaga yang berwenang dapat segera melakukan audit dan investigasi terkait potensi kerugian negara dan perekonomian negara yang diduga dilakukan PT SBA baik dari BPK, Kepolisian, Kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujarnya.
“Selain meminta kepada jajaran penegak hukum, kami juga meminta Menteri BUMN, Menakertrans, dan Menteri Investasi/BKPM, Menko Kemaritiman dan Investasi, Menko Perekonomian RI serta lembaga yang berwenang lainnya untuk menggunakan kewenangannya bidang pengawasan agar dapat mengawasi kinerja PT SBA,” tegas Zulfikar.
Zulfikar menilai hal ini bentuk kebobrokan usaha negara yang dijalankan PT SBA.
“Sebagaimana diketahui inikan akhir tahun banyak proyek yang kejar deadline, termasuk proyek strategis nasional yang sedang menjadi fokus Pak Jokowi, Presiden RI, seperti pembangunan jalan tol, dermaga, bendungan, dan proyek lainnya. Di mana semua proyek tersebut memiliki kebutuhan tinggi terhadap semen.”
“Sedangkan pabrik semen andalan kita yang ada di Aceh tidak berproduksi, sehingga dapat kita bayangkan bagaimana dampak terhadap perekonomian Aceh dan nasional akibat tindakan para pejabat di PT SBA,” pungkas Zulfikar. (IA)