BANDA ACEH — Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mengungkap adanya indikasi penggelembungan Sisa Lebih Penghitungan Anggaran (SiLPA) APBA 2023 untuk tujuan penambahan anggaran Pokok-pokok pikiran (Pokir) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dalam APBA Tahun 2024.
“Adanya penggelembungan, berupa kelebihan hitungan estimasi Silpa tahun 2023 yang dimuat dalam dokumen R-APBA 2024 patut diduga dilakukan secara sengaja untuk penambahan anggaran Pokir dewan,” ujar Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian dalam keterangannya, Jum’at (2/2).
Alfian menyebutkan, pada Kamis, 25 Januari 2024 Sekda Aceh Bustami Hamzah mengeluarkan surat yang ditujukan kepada Kepala SKPA/Biro di Lingkungan Pemerintah Aceh dengan perihal, tindak lanjut hasil evaluasi R-APBA TA 2024 dengan bernomor: 900.I.I/1071.
Dalam surat tersebut, terdapat empat poin yang diminta untuk diperhatian, sementara di poin ke kedua, angka ke 5 dan 6 suratntersebut, melarang untuk merasionalkan anggaran yang dianggap sumber dana terikat.
Seperti DAU, DAK, Insentif Fiskal, DBH Sawit, DBH CHT, DBH DR, Hibah dan Pokok pokok pikiran (Pokir). Kemudian di angka 6, Sekda meminta untuk tidak mengurangi alokasi anggaran PON.
“Setelah kami perhatikan dengan cermat dan aturan menyangkut perencanaan anggaran ternyata kebijakan tersebut sangat mencederai atas hak-hak anggaran publik dan membatasi para SKPA untuk melakukan improvisasi dan telah melegalkan hak pengelolaan anggaran kepada legislatif sehingga kebijakan tersebut kami nilai tidak clear sama sekali.
Sehingga kami dari MaTA memandang perlu untuk mengkritisi atas kebijakan yang sewenang wenang tersebut,” terang Alfian.
Pertama, berdasarkan realisasi APBA-P 2023, serapan anggaran APBA-P 2023 tercatat sebesar 97,7%, dan tersisa 2,3% yang tidak terserap.
Artinya dari anggaran APBA-P 2023 sebesar Rp 11.621.219.098.956, anggaran yang terpakai sebesar 11.353.931.059.680. Jadi, sisa Rp 267.288.039.276 yang tidak terealisasi sampai dengan tahun anggaran 2023 berakhir, dan kemudian menjadi sisa lebih penghitungan anggaran (SiLPA).
Dalam pembahasan RAPBA 2024 antara TAPA dan Banggar DPRA, perkiraan SiLPA tahun anggaran 2023 berubah menjadi Rp 400 miliar. Bertambah sekitar Rp 132.711.960.724 atau sekitar 33,2% dari SilPA yang dihitung berdasarkan Realisasi Keuangan APBA-P 2023 per-SKPA sampai dengan 31 Desember 2023.
Karena jika SiLPA APBA-P tahun anggaran 2023 sebesar Rp 400 miliar, maka serapan anggaran 2023 sebesar 96,6%, yang bearti 3,4% anggaran tidak terserap.
“Yang menjadi pertanyaan publik, dari mana TAPA mendapatkan anggaran sebesar Rp 132,7 milyar sehingga SiLPA tahun 2023 mencapai Rp 400 miliar. Apakah ini yang disebut ada upaya penggelembungan anggaran SiLPA untuk keperluan pihak tertentu di tahun 2024?,” sebut Alfian.
Menurut Alfian, adanya penggelembungan berupa kelebihan hitungan estimasi Silpa tahun 2023 yang dimuat dalam dokumen R-APBA 2024 patut diduga dilakukan secara sengaja. Tujuannya agar dapat dilakukan perubahan terhadap Rencana Kerja Perubahan Anggaran (RKPA) di 2024.
Kedua, tidak dibenarkannya rasionalisasi anggaran dalam R-APBA 2024 dengan alasan sumber anggaran yang terikat merupakan kebijakan tidak memiliki dasar.
Untuk membatasi pengelolaan anggaran dengan sumber-sumber yang memiliki nilai besar terutama pada pokok pokok pikiran jadi upaya tersebut menjadi pesan memberi perindungan kepada afiliasi politik untuk mengelola anggaan tanpa aturan dan ini menjadi ancaman bagi SKPA apabila terjadi temuan karena sangat berpotensi menjadi permasalahan hukum di kemudian hari.
“Yang perlu dipahami oleh Sekda Aceh, rasionalisasi merupakan prinsip melekat dalam penganggaran dari mana pun sumber anggarannya. Jadi kebijakan tidak membenarkan rasionalisasi bukan hanya keliru akan tetapi upaya untuk membangun kembali Appendix jilid II dimana Appendix jilid I gagal karena terjadi temuan oleh BPKP saat itu,” terangnya.
Ketiga, kalau benar dengan memasukkan program-program baru dalam pokok-pokok pikiran (pokir). Sehingga dari sebelumnya pokir berjumlah Rp 400 miliar, bengkak menjadi Rp 1,2 triliun. Maka ini patut dikoreksi dan segera dievaluasi kembali, anggaran jelas tidak terjadi keseimbangan dan ini menjadi inflasi makin tinggi dan beban fiscal bagi daerah bertambah besar anggaran untuk rakyat Aceh bukan untuk kepetingan elit dan politisi.
“Kalau ini benar terjadi maka dapat dipastikan Aceh kembali jatuh karena rakyat tidak berdaya secara ekonomi karena keuangan dikendalikan oleh elit dan politisi, ini menjadi ancaman secara nyata terjadi dimana kita rakyat kembali dibodohi dan ditipu oleh mareka yang bermental korup,” beber Alfian.
Maka MaTA meminta Sekda Aceh untuk tidak mencawe-cawe uang rakyat Aceh dalam APBA 2024.
“Sudah cukup apa yang Anda lakukan sejak menjadi Sekretaris Dinas Keuangan dan masa Kepala Dinas Keuangan dan publik tahu atas gerakan dan afiliasi politik hari ini. Seharusnya Sekda memiliki kepatutan atas adminitrasi bukan jadi sebagai pengutak atik anggaran Aceh,” harapnya.
Keempat, kemudian Sekda Aceh juga melarang mengurangi anggaran PON.
“Kami sepakat Aceh ikut berkontribusi, berupa dana sharing untuk kesiapan PON. Akan tetapi TAPA perlu mengumumkan ke publik berapa besaran dana sharing yang diberikan oleh Aceh dalam APBA 2024. Karena PON kegiatan nasional bukan kegiatan rutin bagi Aceh. Sehingga pembiayaan mutlak difasilitasi oleh APBN.
PON di Papua lebih hebat, akan tetapi tidak menjadi beban bagi APBD daerah mareka. Jadi jangan sampai gara-gara PON berdampak buruk atas pelayan publik bagi rakyat Aceh.
Jadi TAPA dan Banggar merupakan pihak yang wajib bertanggung jawab atas anggaran Aceh. Jangan sempat ada pihak yang menikmati fee atas persiapan PON sementara rakyat Aceh tertunda atas hak-hak mareka yang seharusnya terpenuhi di tahun 2024 oleh pemeritah,” sebutnya.
Kelima, mendesak secara tegas kepada Pj Gubernur Aceh untuk bisa menormalkan penganggaran Aceh yang sedang terjadi saat ini sehingga Aceh masih punya harapan, mengingat tahun anggaran 2024 sudah berjalan, tapi proses pengesahan anggaran belum selesai-selesai.
“Kemudian kami juga mendesak untuk memastikan tidak terjadi cawe-cawe anggaran kembali. Penegasan ini penting kami sampaikan sehingga kinerja Pj Gubernur tidak diragukan oleh rakyat Aceh,” pungkas Alfian. (IA)