BANDA ACEH — Jaksa Penyidik pada Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, Selasa (25/1) melakukan pemeriksaan terhadap 2 orang saksi yang terkait dugaan korupsi dan penyimpanan dalam pengadaan 200 ekor ternak sapi Tahun Anggaran 2019 Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Aceh Tenggara (Agara).
Saksi-saksi yang diperiksa antara lain JM selaku Anggota Tim Pokja Pemilihan VII ULP Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten Aceh Tenggara dan ZF selaku Bendahara Pengeluaran Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara.
Demikian disampaikan oleh Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Aceh, H Munawal Hadi SH MH, di Banda Aceh, Selasa (26/1).
Kasus pengadaan ternak sapi di Aceh Tenggara beberapa waktu lalu telah ditingkatkan status dari penyelidikan ke tahap penyidikan setelah ditemukan indikasi awal penyimpangan. Namun, jaksa penyidik belum menetapkan tersangka.
Kejaksaan, kata Munawal, menemukan sejumlah indikasi penyimpangan dalam proses pembelian sapi. Sapi-sapi ini, dibeli secara eceran dari masyarakat dengan harga Rp 6 juta per ekor. Dalam kontrak, satu ekor sapi dihargai Rp 10,3 juta.
Sapi yang dibeli secara eceran dan tidak berasal dari tempat pembibitan yang layak dan tanpa jaminan kesehatan hewan. Hal ini membuat banyak sapi yang sakit dan mati. Dari 200 ekor, saat ini hana tersisa 48 ekor lagi.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam penyimpangan pengadaan 200 ekor ternak sapi Tahun 2019 oleh Dinas Pertanian Aceh Tenggara,” ujar Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Aceh, Munawal Hadi, di Banda Aceh Selasa (26/1).
Munawal menyebutkan, setelah dilakukan gelar perkara dan ditemukan bukti permulaan cukup telah terjadi tindak pidana korupsi, statusnya naik ke tahap penyidikan.
Dugaan korupsi dari pengadaan 200 ternak sapi tahun anggaran 2019 telah terjadi penyimpangan, dimana dalam pelaksanaan ternak sapi dibeli secara eceran dari masyarakat dengan harga Rp 6 juta per ekor tanpa disertai kwitansi.
“Padahal berdasarkan harga di kontrak harga satuan sapi per ekor Rp10,3 juta. Selain itu, sapi dibeli bukan dari tempat pembibitan yang baik dan terjamin kesehatannya.
Selain tidak memiliki kwitansi pembelian serta pengangkutan. Sapi di beli bukan tempat pembibitan yang layak. Sehingga sapi-sapi tersebut banyak yang sakit dan mati,” pungkasnya. (IA)