Jabatan Melesat, Ujungnya Tersandung Suap Proyek Jalan
Dalam kasus ini, KPK masih melakukan pengembangan terkait adanya kemungkinan pihak lain yang terlibat.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, kongkalikong proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut mulai terkuak pada 22 April lalu.
Saat itu, Akhirun bersama Topan Ginting dan Rasuli Efendi melakukan survey offroad di daerah Desa Sipiongot.
Survey ini untuk meninjau lokasi proyek pembangunan jalan.
Pada kesempatan itu, Topan kemudian memerintahkan Rasuli untuk menunjuk Akhirun sebagai rekanan.
Bakal Dapat Rp 8 Miliar
Topan Ginting awalnya akan mendapatkan jatah Rp8 miliar dari proyek jalan di Desa Sipiongot, Kecamatan Dolok, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara.
Uang tersebut merupakan fee yang nantinya akan dibayarkan oleh kontraktor pelaksana proyek.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu mengatakan, uang Rp8 miliar itu merupakan persenan dari nilai proyek.
“Ada hitung-hitungannya, seperti kepala dinas, akan diberikan sekitar 4 sampai 5 persen dari nilai proyek. Kalau dikira-kira, dari Rp 231,8 miliar (nilai proyek) itu, 4 persennya sekitar Rp 8 miliaran,” kata Asep saat konfrensi pers di Jakarta.
Asep mengatakan, fee yang akan diterima Topan Ginting itu akan diserahkan secara bertahap.
Pemberiannya disesuaikan dengan waktu pencairan pembayaran proyek pada kontraktor.
Tidak hanya mendapatkan fee, Topan Ginting juga patut diduga menerima penerimaan lain dari M Akhirun Piliang, Direktur PT Dalihan Natolu Group (DNG), dan M Rayhan Dulasmi Pilang, Direktur PT RN.
Akhirun dan Rayhan merupakan ayah dan anak.
Keduanya sama-sama pemberi suap dan kini sudah ditangkap KPK.
Mereka pun kini sudah berstatus sebagai tersangka dan ditahan.
“Jadi tidak hanya pemberian langsung, tapi ada melalui perantara,” kata Asep.