LBH Desak Polisi Tetapkan Ketua MAA Aceh Jaya Tersangka Pemerkosaan Anak
INFOACEH.NET, BANDA ACEH —Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh mendesak Polres Aceh Jaya segera meningkatkan status pemeriksaan kasus dugaan pemerkosaan terhadap anak yang diduga dilakukan oleh Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Aceh Jaya berinisial AI, dari penyelidikan ke tahap penyidikan, serta menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka.
Menurut LBH Banda Aceh, kasus ini secara hukum sudah memenuhi syarat untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Berdasarkan bukti yang ada, yang bersangkutan juga sudah memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai tersangka.
“Akan tetapi, Polres Aceh Jaya tidak melakukan hal tersebut tanpa alasan hukum yang jelas, dan terkesan melindungi AI,” ujar Kepala Operasional YLBHI- LBH Banda Aceh Muhammad Qodrat SH MH, dalam keterangannya, Kamis (26/9/2024).
Dalam Pasal 1 angka 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dijelaskan bahwa penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan.
Sementara menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP, yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dan menemukan tersangkanya.
Apabila dari hasil penyelidikan diketahui bahwa peristiwa yang dilaporkan bukan merupakan suatu peristiwa pidana, maka penyelidikan dihentikan dan tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan.
Sebaliknya, apabila dari hasil penyelidikan diketahui bahwa peristiwa yang dilaporkan merupakan suatu peristiwa pidana, maka penyelidikan harus ditingkatkan ke tahap penyidikan, untuk selanjutnya mengumpulkan alat bukti dan menemukan tersangkanya.
Dalam kasus ini, peristiwa yang dilaporkan oleh keluarga korban kepada Polres Aceh Jaya jelas-jelas merupakan suatu peristiwa pidana berupa kekerasan seksual terhadap anak.
Hal tersebut juga didukung dengan alat bukti visum et repertum yang menjelaskan korban telah mengalami kekerasan seksual. Menurut keterangan korban, AI adalah salah satu pelakunya.
Oleh sebab itu, kasus ini seharusnya sudah dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan, bukan malah digantung pada tahap penyelidikan tanpa perkembangan yang jelas.
Di samping itu, menurut Pasal 1 angka 14 KUHAP, dijelaskan bahwa tersangka adalah seorang yang karena perbuatan atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, yang dimaksud dengan bukti permulaan adalah minimal dua alat bukti.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka apabila terdapat minimal dua alat bukti yang mengindikasikan orang tersebut sebagai pelaku tindak pidana.
Sedangkan dalam kasus ini, sudah terdapat lebih dari dua alat bukti yang mengarah kuat AI sebagai pelaku.
Polres Aceh Jaya sudah mengantongi bukti visum et repertum yang
menjelaskan adanya kekerasan seksual yang dialami korban, keterangan korban yang menyebutkan AI sebagai pelaku, hasil pemeriksaan psikologis yang mengarah pada tekanan psikologis korban akibat tindakan AI, serta keterangan Kepala Dusun dan warga sekitar yang pernah memergoki AI berada di rumah korban pada saat orang tuanya tidak di rumah.
Semua bukti-bukti itu sebenarnya sudah cukup untuk menetapkan AI sebagai tersangka. Tapi pihak Polres Aceh Jaya seolah menutup mata dengan bukti-bukti tersebut.
Sangat berbanding terbalik dengan penanganan perkara terhadap pelaku yang lain berinisial S, di mana Polres Aceh Jaya dengan cepat menangkap dan menetapkannya sebagai tersangka.
Padahal bukti-bukti yang mengarah pada AI sebagai pelaku tidak kalah
kuatnya dengan bukti-bukti yang mengarah kepada S.
Berdasarkan keterangan orang tua korban, dirinya pernah dihubungi oleh Kapolres Aceh Jaya dan memintanya untuk menyelesaikan kasus ini secara damai.
Perlu kami tegaskan, kasus kekerasan seksual, apalagi terhadap anak, bukanlah kasus yang dapat diselesaikan melalui perdamaian atau restorative justice.
Tindakan Kapolres Aceh Jaya yang
meminta keluarga korban untuk menyelesaikan kasus ini melalui perdamaian adalah sesuatu yang kontra produktif dengan hukum.
Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa Kapolres Aceh Jaya tidak objektif dan lebih memihak kepada terduga pelaku kekerasan seksual terhadap anak daripada anak yang menjadi korban kekerasan seksual.