MS Jantho Sidangkan Sengketa Harta Waris dari Pewaris Tanpa Keturunan di Kuta Baro
Infoaceh.net, ACEH BESAR — Majelis Hakim Mahkamah Syar’iyah Jantho, yang terdiri Dr Muhammad Redha Valevi selaku ketua majelis dan Heti Kurnaini Ssy MH dan Nurul Husna SH melakukan sidang pemeriksaan setempat (Descente) perkara sengketa kewarisan di Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar, Jum’at (20/12/2024).
Muhammad Redha Valevi mengatakan, ini adalah sengketa perkara waris antara istri pewaris dengan keluarga (wali) dari pewaris, dan pewaris tidak mempunyai keturunan.
Adapun objek sengketa yang diperiksa adalah sepuluh objek yang terdiri tanah persawahan, rumah dan kebun yang terletak di tiga gampong.
Delapan objek di Gampong Lamneuheun yaitu lima petak tanah kebun, satu petak tanah rumah dan 1 petak tanah sawah. Satu objek tanah sawah di Gampong Cot Masam dan satu objek lainnya terletak di Gampong Krueng Ano berupa tanah sawah.
Lokasi objek cukup luas serta berbukit, sehingga membutuhkan energi ekstra untuk validasi konfirmasi pengukuran dalam jumlah sangat luas, rintik hujan serta akses pematang yang lumayan sulit membuat spot cukup menantang bagi aparatur MS Jantho dalam melaksanakan tugas.
Berdasarkan info dari keuchik setempat, sengketa ini sudah berlansung menahun.
Dalam memimpin sidang pemeriksaan, Majelis Hakim dibantu Panitera Akmal Hakim, Jurusita Adli dan aparatur lainnya. Selain itu juga dihadiri penggugat bersama kuasa hukumnya, dan Tergugat beserta kuasa hukumnya, Keuchik Gampong Cot Masam, Gampong Lamneuheun dan Gampong Kruen Ano serta anggota Polsek Kuta Baro.
Dalam sidang pemeriksaan tersebut, majelis hakim bersama panitera, jurusita dan aparatur memeriksa objek yang terletak di tiga gampong berbeda tersebut dengan teliti secara kesuluruhan menghitung luas objek tanah persawahan dan kebun memeriksa luas tanah yang di atasnya berdiri sebuah rumah pada tiga gampong di Kecamatan Kuta Baro.
Muhammad Redha menyampaikan kepada pihak penggugat dan tergugat yang disaksikan para pihak yang berhadir agar sama-sama dapat saling mengalah untuk mencapai perdamaian.
“Sambil mengutip peribahasa Aceh ‘Oen Balek Baloe, Oen Panjoe Ngon Sumpai Ploek, geutanyoe sabei ke droe-droe peu pasai ta meu antok’ (kita sesama keluarga sedarah kenapa harus bertikai dengan memperebutkan harta warisan dari pewaris). Tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan, semuanya dapat selesai dengan kepala dingin,” katanya.