Banda Aceh –— Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah Aceh saat ini sudah menahan dua orang terkait kasus investasi bodong yang dilakukan oleh Yalsa Boutique, sebuah perusahaan penjualan busana muslim di Aceh.
Penahanan tersebut dilakukan berdasarkan hasil penyidikan Ditreskrimsus Polda Aceh tentang adanya dugaan tindak pidana perbankan.
Hal tersebut disampaikan Kapolda Aceh Irjen Pol Wahyu Widada didampingi Dirreskrimsus Polda Aceh Kombes Pol Margiyanta serta Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol Winardy melalui Kasubdit 2 Perbankan AKBP Erwan, Jum’at (19/3) di Mapolda Aceh.
Dikatakan AKBP Erwan, kedua tersangka yang ditahan tersebut adalah suami istri berinisial S (30) dan SHA (31). Keduanya merupakan Owner atau pemilik di Yalsa Boutique.
“Sudah ada lebih dua alat bukti dan saksi terhadap dugaan tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh kedua tersangka. Ditambah lagi dengan keterangan saksi ahli dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Perbankan, sehingga sudah melebihi dua alat bukti berdasarkan pasal 184 KUHAP,” sebutnya.
Erwan juga menambahkan, dari hasil penggeledahan juga turut diamankan uang tunai sejumlah Rp 46.060.000, laptop, sejumlah emas dengan berbagai bentuk, surat pembelian emas sebanyak 87 lembar, pedang samurai, pisau lipat, kartu ATM, buku rekening, printer, jam tangan dan barang bukti lainnya.
“Kami sudah menyita sejumlah uang, emas dan barang lainnya yang patut diduga merupakan hasil dari investasi bodong yang dilakukan tersangka. Polda Aceh masih terus melakukan Asset Tracing untuk kasus TPPU-nya,” ucapnya.
Sebagaimana diketahui, Yalsa Botique merupakan investasi yang diduga bodong dan sudah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan atau investasi hingga mencapai Rp 164 miliar dari 202 Reseller dan sekitar 17.800 member.
Penghimpunan uang dari masyarakat tersebut dilakukan Yalsa Boutique tanpa memiliki izin usaha dari Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak bulan Desember 2019 sampai dengan bulan Februari 2021.
“Adapun pasal yang disangkakan adalah Pasal 46 ayat (1) Undang- undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan atau pasal 2 ayat (1) huruf g, pasal 3 dan pasal 5 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” pungkas Erwan.
Yalsa Boutique, adalah sebuah butik yang berbisnis pada penjualan busana muslimah dan memberi peluang pada masyarakat yang ingin bergabung dengan melakukan investasi terlebih dulu.
Owner merekrut reseller, kemudian mereka mengumpulkan uang dari member, kemudian member melakukan investasi kepada admin, admin mencatat. Setelah dihimpun dilaporkan ke admin disetorkan dana sesuai dengan investasi yang dilakukan member, jumlahnya variatif dari Rp 500 ribu sampai puluhan juta.
Dana yang sudah diinvestasi, tidak boleh diambil dalam jangka 6 bulan. Dalam beberapa member itu bisa dikembalikan setelah 6 bulan.
Mereka menghimpun dana dari masyarakat dengan menjanjikan keuntungan dari hasil penjualan baju Yalsa Boutique itu, dengan kisaran 30 persen sampai 50 persen setiap keuntungan penjualan.
Namun, dalam perjalanan, pemilik usaha menghentikan penyetoran dan menyatakan uang yang sudah disetor hangus semuanya.
“Tetapi masuk 2021 karena sudah krowdit, mulai bermasalah maka dana itu distop oleh owner tidak boleh ambil lagi dan hangus.
Lalu masyarakat yang dirugikan melaporkan Yalsa Boutique ke kita dengan nomor laporan model A, tertanggal 11 Februari 2021. Mereka adalah member (anggota) butik itu sendiri yang belakangan merasa tertipu karena telah menyetor uang sebagai investasi dengan perjanjian mendapatkan keutungan dari penjualan busana oleh Yalsa Boutique,” sebut Kombes Pol Winardy. (IA)