KIEV — Di tengah invasi militer Rusia yang terus berlanjut, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan dirinya tidak lagi mendesak keanggotaan NATO untuk Ukraina.
Keanggotaan NATO ini menjadi masalah sensitif yang menjadi salah satu alasan Rusia menyerang Ukraina, negara tetangganya, sejak 24 Februari lalu.
Seperti dilansir AFP, Rabu (9/3/2022), dalam pernyataan yang diduga dimaksudkan untuk menenangkan Moskow, Zelensky juga mengatakan dirinya terbuka untuk ‘berkompromi’ soal status dua wilayah separatis Ukraina yang telah diakui Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai negara merdeka sesaat sebelum invasi dimulai.
“Saya telah menenangkan diri terkait pertanyaan ini sejak lama setelah kami memahami bahwa … NATO tidak siap untuk menerima Ukraina,” tutur Zelensky dalam wawancara dengan media terkemuka Amerika Serikat (AS), ABC News, yang disiarkan Senin (7/3) malam waktu AS.
“Aliansi tersebut takut dengan hal-hal kontroversial, dan konfrontasi dengan Rusia,” sebutnya.
Merujuk pada keanggotaan NATO untuk Ukraina, Zelensky yang berbicara melalui penerjemah ini menegaskan dirinya tidak ingin menjadi presiden dari ‘sebuah negara yang memohon sesuatu dengan berlutut’.
Rusia berulang kali menyatakan tidak ingin Ukraina, yang berbatasan langsung dengan wilayahnya, untuk bergabung NATO, aliansi trans-Atlantik yang dibentuk pada awal Perang Dingin untuk melindungi Eropa dari Uni Soviet.
Dalam beberapa tahun terakhir, NATO semakin berkembang dan memperluas aliansinya ke arah timur Eropa dengan menerima negara-negara bekas Soviet sebagai anggota.
Hal ini membuat geram Rusia, yang memandang perluasan aliansi NATO sebagai ancaman.
Sementara itu, sesaat sebelum mengejutkan dunia dengan memerintahkan invasi ke Ukraina, Putin mengakui dua wilayah separatis di Ukraina bagian timur — Donetsk dan Luhansk — sebagai negara merdeka.
Separatis pro-Rusia di wilayah tersebut diketahui terlibat konflik dengan pasukan Ukraina sejak tahun 2014.
Dalam tuntutan yang dibeberkan Kremlin awal pekan ini, Putin menginginkan Ukraina juga mengakui kedua wilayah itu sebagai negara merdeka dan berdaulat.
Menanggapi tuntutan itu, Zelensky menyatakan dirinya terbuka untuk dialog, “Saya berbicara soal jaminan keamanan,” ujarnya.
Lebih lanjut disebutkan Zelensky bahwa kedua wilayah itu ‘tidak diakui pihak lain kecuali Rusia, republik-republik semu tersebut’. “Tapi kita bisa berdiskusi dan mencari kompromi soal bagaimana wilayah-wilayah ini bisa terus hidup,” imbuhnya.
“Ini adalah ultimatum lainnya dan kami tidak siap menghadapi ultimatum. Yang perlu dilakukan adalah Presiden Putin mulai berbicara, memulai dialog bukannya hidup di dalam gelembung informasi tanpa oksigen,” tandas Zelensky. (IA/dtc)