Buka KTT G20 di Bali, Jokowi Serukan Dunia Akhiri Perang
BALI — Presiden Joko Widodo secara resmi membuka puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Hotel Apurva Kempinski, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, pada Selasa, 15 November 2022.
Dalam pidato pembukanya, Presiden Jokowi menekankan bahwa G20 harus berhasil menghasilkan sesuatu yang konkret bagi dunia.
“Suatu kehormatan bagi Indonesia menjadi tuan rumah KTT G20, saya mengerti kita perlu upaya besar untuk dapat duduk bersama di ruangan ini,” kata Jokowi sebelum dimulainya pertemuan sesi pertama.
Dilansir dari Kantor berita AFP, dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi juga mengajak kepada anggota G20 untuk mengakhiri perang.
“Menjadi bertanggung jawab berarti menciptakan situasi yang tidak zero-sum, bertanggung jawab di sini juga berarti kita harus mengakhiri perang. Jika perang tidak berakhir, akan sulit bagi dunia untuk bergerak maju,” kata Presiden Jokowi kepada para pemimpin negara anggota G20.
Dia juga menyerukan kepada anggota G20 harus menghindari Perang Dingin lain.
“Kita seharusnya tidak membagi dunia menjadi beberapa bagian. Kita tidak boleh membiarkan dunia jatuh ke dalam Perang Dingin yang lain,” kata Jokowi dalam sambutannya.
Selain itu, dia menyatakan bahwa Kelompok 20 ekonomi utama harus berhasil mengatasi krisis paling mendesak di dunia.
“Hari ini, mata dunia tertuju pada kita. Akankah kita berhasil mencetak keberhasilan? Atau kita akan menambah satu kegagalan lagi? Bagi saya, G20 harus berhasil, tidak boleh gagal,” katanya kepada para anggota pada pembukaan KTT G20.
Sebagai Presiden G20, lanjutnya, Indonesia telah berupaya semaksimal mungkin untuk menjembatani perbedaan yang sangat dalam dan lebar.
Namun, Presiden Jokowi meyakini jika keberhasilan hanya akan dapat tercapai jika semua negara, tanpa terkecuali, berkomitmen, bekerja keras, menyisihkan perbedaan-perbedaan untuk menghasilkan sesuatu yang konkret dan bermanfaat bagi dunia di tengah berbagai tantangan yang dihadapi.
“Dunia sedang mengalami tantangan yang luar biasa. Krisis demi krisis terjadi. Pandemi Covid-19 belum usai, rivalitas terus menajam, perang terjadi. Dampak berbagai krisis tersebut terhadap ketahanan pangan, energi, dan keuangan sangat dirasakan dunia terutama negara berkembang,” ungkapnya.