JAKARTA — Indonesia masih mengimpor berbagai peralatan elektronik rumah tangga, sepatu, juga garmen, mainan anak-anak hingga alat tulis perkantoran. Bahkan, alat mesin pertanian juga masih diimpor.
Tak heran, jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun mengungkapkan kejengkelannya karena masih maraknya barang impor untuk pengadaan barang dan jasa pemerintahan.
Di hadapan para gubernur, bupati dan walikota, Presiden mengaku sedih dan heran, apalagi dengan besarnya anggaran pengadaan barang dan jasa.
Seandainya saja, kata dia, pengadaan barang dan jasa pemerintahan secara konsisten membeli produk buatan industri dan UKM dalam negeri, akan memacu pertumbuhan ekonomi.
“Kok enggak kita lakukan, bodoh sekali kita kalau enggak melakukan ini. Malah beli barang-barang impor, mau kita terus-teruskan, ndak. Ndak bisa,” kata Presiden saat memberi arahan dalam acara Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia ditayangkan Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (25/3/2022) seperti dilansir dari CNBC Indonesia.
Saat ini, tantangan ketidakpastian global mengakibatkan semua negara mengalami kesulitan ekonomi. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya memacu pertumbuhan ekonomi nasional dengan memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta anggaran BUMN untuk membeli produk dalam negeri.
Demikian disampaikan Presiden Joko Widodo saat memberikan pengarahan kepada para menteri, kepala lembaga, kepala daerah, dan BUMN tentang Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia, yang digelar di Hotel Grand Hyatt, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, pada Jum’at, 25 Maret 2022.
Turut hadir mendampingi Presiden dalam acara tersebut antara lain Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, dan Gubernur Bali Wayan Koster.
“Kita enggak usah muluk-muluk, dibelokkan 40 persen saja, 40 persen saja itu bisa memacu growth ekonomi kita, pertumbuhan ekonomi kita. Yang pemerintah dan pemerintah daerah bisa 1,71 persen, yang BUMN 0,4 persen. 1,5-1,7 (persen), BUMN-nya 0,4 (persen),” ucap Presiden.
Presiden menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi akan dengan mudah meningkat apabila konsisten untuk mengganti produk impor dengan membeli produk dalam negeri. Presiden mengatakan bahwa hal tersebut juga dapat membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas.
“Pekerjaan ada di sana, bukan di sini. Coba kita belokkan semuanya ke sini. Barangnya kita beli barang dalam negeri, berarti akan ada investasi, berarti membuka lapangan pekerjaan. Tadi sudah dihitung bisa membuka 2 juta lapangan pekerjaan,” tutur Kepala Negara.
Kepala Negara menegaskan kementerian/lembaga untuk berhenti impor barang-barang dari luar. Presiden menyebut, sebagian besar barang-barang tersebut telah diproduksi oleh industri dalam negeri.
“Ini kita ngerti enggak hal-hal seperti ini. Jangan-jangan kita semua enggak kerja detail, sehingga enggak ngerti bahwa yang dibeli itu barang impor. Buku tulis impor. Jangan ini diteruskan, stop. Sehingga melompat nanti kalau kita semuanya beli produk dalam negeri, meloncat pertumbuhan ekonomi kita,” ucapnya.
Presiden pun menargetkan hingga Mei 2022, anggaran sebesar Rp 400 triliun dapat digunakan untuk pembelian barang dari dalam negeri. Selain itu, Presiden meminta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk menyediakan berbagai macam produk yang dibutuhkan oleh pemerintah dalam platform yang tersedia.
“Saya minta dan saya enggak mau ditawar-tawar lagi urusan yang Rp 400 triliun di Mei. Segera juga dorong yang namanya UKM-UKM di daerah itu untuk masuk segera ke e-Katalog. Masukkan sebanyak-banyaknya,” tandas Presiden.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, secara umum, kebutuhan komoditas impor terus meningkat di tahun kedua pandemi. Terlihat dari realisasi impor barang konsumsi yang mencapai US$20.182,8 juta selama Januari-Desember 2021 atau naik dari periode yang sama tahun sebelumnya US$14.656,0 juta. Juga impor bahan baku/penolong US$147.380,2 juta dan barang modal US$28.627,0 juta, yang masing-masing lebih tinggi dibandingkan periode Januari-Desember 2020.
Data BPS menunjukkan, Indonesia masih mengimpor barang migas, pupuk, minyak nabati, kulit hingga tekstil. Juga mengimpor kaca dan tembikar, dari peralatan makan hingga traktor, bahkan peralatan dan komponen alat mesin pertanian (alsintan).
Juga, Indonesia mengimpor beragam produk mulai dari hewan hidup hingga hasil produksi industri. Mulai dari ikan beku hingga peralatan sinematografi.
Impor alsintan tahun 2021 mencapai US$269,87 juta dan traktor mencatat nilai impor US$58,32 juta.
Sementara, nilai impor tembikar mencapai US$19,43 juta dan nilai impor sepatu/ alas kaki tahun 2021 bahkan mencapai US$732,23 juta.
Baby carriages, mainan anak-anak dan perlengkapan olah raga juga masih diimpor sebesar US$421,57 juta.
Hingga perlengkapan dan alat tulis kantor masih harus impor US$256,91 juta pada 2021.
Meski industrinya sudah tersedia di dalam negeri, pada Februari 2022, Indonesia mengimpor laptop termasuk notebook dan subnotebook US$171,37 juta.
Sepanjang tahun 2021, impor furnitur dan bagiannya tercatat sebanyak US$712,60 juta, peralatan rumah tangga elektrik dan non-elektrik sebesar US$994,27 juta.
Meski dikenal dengan rempahnya, Indonesia pun masih mengimpor lada sebanyak 318,68 ribu kilogram dengan nilai US$ 1,52 juta. Jumlah impor ini turun 47,21% dibandingkan tahun 2020 sebanyak 603,64 ribu kilogram.
RI juga mengimpor kelapa sebanyak 2.473 ton atau turun 46,3% dibandingkan tahun 2020 sebanyak 4.605 ton. Untuk nilai impornya tercatat sebesar US$ 4,22 juta. Impor kelapa ini berasal dari tiga negara yakni Thailand, Filipina dan Australia.
Bahkan, mengimpor teh sebanyak 10.609 ton atau turun 28,84% dibandingkan impor tahun 2020 yang sebanyak 14.908 ton. Sedangkan nilai impor sepanjang tahun 2021 tercatat sebesar US$ 23 juta.
Teh ini diimpor Indonesia dari lima negara utama. Pertama terbanyak berasal dari Vietnam, kemudian disusul oleh Kenya, lalu Thailand serta China dan Sri Lanka. (IA)