Sekretaris komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr. HM. Asrorun Ni’am Sholeh, MA (Humas BNPB/Ignatius Toto Satrio)
JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Sekretaris komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr. HM. Asrorun Ni’am Sholeh, MA menyatakan bahwa wabah COVID-19 bisa menjadi bala bencana atupun rahmat bagi umat manusia, tergantung bagaimana cara menyikapinya.
Oleh sebab itu, MUI mengajak kepada seluruh umat muslim Tanah Air agar wabah COVID-19 dapat dijadikan sebagai bentuk rahmat dengan memetik hikmah dan menjalankan ibadah serta memaknai segala sesuatunya sesuai syariat Islam.
“Bagaimana kita secara bersama-sama memastikan bahwa wabah COVID-19 ini sebagai rahmat bagi kita untuk memetik hikmah dan menjalankan ibadah secara lebih seksama,” ungkap Asrorun dalam keterangan resminya di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Senin (13/4).
Selain itu, MUI juga mengajak umat muslim Tanah Air untuk menyongsong ramadan dengan kesiapan lahir dan batin, fisik dan juga mental serta pemahaman baru kebiasaan baru ibadah di tengah COVID-19. Situasi dan kondisi baru menuntut pemahaman baru dan juga cara-cara baru tetap di dalam koridor syariah.
“COVID-19 bukan halangan untuk pelaksanaan ibadah (Ramadan). Menghindari kerumunan yang berpotensi penyebaran virus adalah ibadah di Sisi Alloh SWT. Pemahaman kita tentang tata cara ibadah harus juga diadaptasikan dengan situasi dan kondisi,” kata Asrorun.
Adapun melalui pemahaman makna dari syariat islam, maka umat muslim sudah sepatutnya melihat bahwa hal tersebut merupakan sebagai rahmat dan solusi bagi problem nyata yang dihadapi masyarakat sebagaimana yang sedang dihadapi seluruh umat yakni ancaman COVID-19.
“Bagaimana etos keagamaan ramadan bisa menjadi solusi dengan aktivitas keagaamaan kita, pada satu sisi mengingkat, di satu sisi lain menjamin keamanan dan keselamatan bangsa dan negara,” imbuh Asrorun.
Ibadah ramadan harus dijadikan sebagai momentum emas untuk mempercepat penanganan COVID-19 dengan etos dan semangat keagamaan.
Melalui kesempatan tersebut, sekali lagi MUI menjelaskan bahwa pembatasan kerumunan bukan membatasi ibadah. Menghindari kerumunan di tengah wabah COVID-19 ini justru adalah bentuk ibadah.
“Pembatasan kerumunan bukan membatasi ibadah, untuk itu menghindari kerumunan dalam konteks hari ini justru adalah bentuk ibaah,” pungkas Asrorun.**
//bnpb.go.id