Aceh Perlu Tinggalkan Pola Lama
Sementara itu, resistensi terhadap perubahan muncul karena ketidakpastian dalam transisi menuju model ekonomi yang lebih mandiri.
Untuk mengatasi kemiskinan, Aceh harus mengembangkan strategi berbasis pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan.
Program yang mendorong kemandirian masyarakat, seperti akses permodalan berbasis syariah bagi UMKM, penguatan rantai nilai pertanian dan perikanan, serta pelatihan keterampilan berbasis kebutuhan pasar global harus diperkuat.
Di sisi lain, ketergantungan terhadap dana transfer pusat harus dikurangi dengan memperkuat sektor-sektor yang dapat menghasilkan pendapatan asli daerah secara mandiri.
Pendekatan berbasis investasi dan ekspor harus menjadi prioritas, termasuk dalam mengembangkan industri hilir dari komoditas unggulan seperti kopi, kakao, perikanan, dan hasil hutan.
Selain itu, potensi industri pariwisata harus diperkuat dengan memperhatikan faktor 4A (Akses, Atraksi, Ansilari, dan Amenities).
Pengembangan akses yang lebih baik melalui infrastruktur transportasi, peningkatan atraksi wisata berbasis budaya dan alam, penguatan layanan pendukung wisata (ansilari), serta penyediaan fasilitas dan amenitas yang berkualitas akan membuat Aceh lebih kompetitif di industri pariwisata nasional dan global.
Untuk mengatasi resistensi terhadap perubahan, pemerintah perlu melakukan komunikasi yang efektif dengan masyarakat dan pemangku kepentingan.
Sosialisasi mengenai manfaat perubahan, contoh konkret dari daerah lain yang telah sukses, serta penyediaan jaring pengaman sosial bagi kelompok yang terdampak akan membantu mempercepat proses adaptasi.
Dengan strategi yang tepat, Aceh tidak hanya bisa keluar dari stagnasi yang telah berlangsung lama, tetapi juga bisa menjelma menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia, yang mampu berkompetisi di tingkat global.
*Penulis adalah Pemerhati Ekonomi dan Pembangunan Aceh