Bayar Zakat Karena Iman
Oleh Sayed Muhammad Husen
Penulis Buku Merawat Bingkai syariah
Allah Swt berfirman:
“Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.”
(QS Al-Baqarah: 43)
Baitul Mal Aceh (BMA) sebagai badan amil zakat mengintensifkan sosialisasi zakat pada bulan Ramadhan. Suatu kali saya bersama tim safari dakwah BMA melakukan “kampanye” zakat di Samadua Aceh Selatan yang malan itu didampingi oleh Ustaz Drs Zainuddin S, mantan Ketua ICMI Aceh Selatan. Dalam perjalanan ke lokasi, Zainuddin menafsirkan ayat di atas, bahwa pembahasan shalat dalam ceramah haruslah disandingkan dengan zakat. Tidak sah shalat seorang yang telah berstatus muzakki jika tidak menunaikan zakat. Ini soal keimanan yang harus kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Zainuddin menawarkan pendekatan tauhid dalam menyampaikan pesan zakat. Maksudnya sebagai orang beriman, kita telah meyakini shalat dan zakat adalah wajib dilaksanakan dan mendapat balasan yang setimpal di yaumil akhir. Maka kita kerjakan kewajiban itu tanpa reserve. Iman seseorang akan meningkat dengan menuntut ilmu tentang shalat dan zakat, berteman dengan orang-orang shalih dan senantiasa mendapat siraman dakwah islamiah.
Membayar zakat bukan karena “dakwah” yang dilakukan oleh Baitu Mal datu dai lainnya yang menjelaskan ayat-ayat tentang kewajiban berzakat, tentang regulasi zakat yang ada, tentang pengelolaan zakat yang modern dan transparan. Bukan karena kepercayaan terhadap Baitul Mal yang telah mengelola zakat secara profesional dan amanah. Namun zakat dibayar sebagai komitmen seorang yang mengimani firman Allah Swt dan sunnah Rasulullah saw. Ketika Allah Swt berfirman, “Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” Maka kita yakini dan amalkan. Zakat pun dibayar karena iman.
Selanjutnya Allah Swt berfirman, “Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-NYa dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mendirikan shalat dan menunaikan zakat, yang demikian itulah agama yang luruas.” (QS Al-Baiyyinah: 103)