Berbisnis Dengan Allah
Sebaliknya, jika menolak melakukan bisnis Ilahi, manusia akan menderita lima kerugian, yaitu:
- Harta yang dimiliki menjadi tidak bermanfaat, lenyap seiring dengan lenyapnya manusia.
- Ketika harta tersebut dipalingkan dari jalan Allah, manusia menjadi berdosa.
- Beban berat memiliki harta akan membawa kepada kesusahan hidup, kegelisahan dan ketidaknyamanan.
- Derajat manusia di sisi Allah menjadi rendah.
- Tempat manusia yang seperti ini adalah di neraka.
Demikian, pandangan para ulama terkait berbisnis dengan Allah. Sir Muqtasid kemudian merenung kembali berbagai kenikmatan hidup yang Allah limpahkan kepadanya.
Sir Muqtasid sadar bahwa transaksi yang dilakukan masih sangat kecil, dibanding modal yang telah Allah berikan kepadanya. Sir Muqtasid sangat sedih akan hal ini. Sungguh, yang menahannya dari menjalankan bisnis Ilahi adalah dorongan nafsu ingin terus menikmati harta, rasa kikir kepada orang lain dan keraguan bahwa Allah mudah sekali mengganti dan menambah keuntungan dari setiap transaksi ilahi yang dilakukan.
Sir Muqtasid masih diliputi nafsu dan terbuai dengan godaan syaitan untuk cinta harta (hubbul mal).
Padahal, sifat kedermawanan adalah cermin hakikat diri yang dekat dengan Tuhan.
Syeikh Jalaluddin Rumi (quddisa sirruh) sebagaimana dikutip oleh Syeikh Osman Nuri Topbas pernah berkata:
“Sebagaimana wajah rupawan dapat terpantul pada cermin, demikianlah pula indahnya kemurahan hati tercermin pada pemberian terhadap orang miskin dan sengsara. Mereka yang bersama Allah atau fana dalam eksistensi Allah, berada dalam kondisi kedermawanan yang terus menerus”.
Banda Aceh, 14 November 2020
*Penulis, Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Ar-Raniry