Oleh: Prof Dr M Shabri Abdul Majid SE M.Ec
Baru-baru ini beredar konsep Surat Edaran Gubernur Aceh tentang rencana penundaan pemberlakuan Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) paling lambat 4 Januari 2026.
Dalam waktu yang tidak begitu lama, pemerintah juga akan melakukan kajian akademis untuk merevisi Qanun LKS dengan berbagai pertimbangan yang kurang logis.
Rencana Gubernur Aceh untuk menunda pelaksanaan Qanun LKS ini muncul semata-mata karena desakan segilintir pengusaha aceh yang mengatasnamakan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Aceh pada Forum Bisnis pada 12 Desember 2020 di Pendopo Gubernur Aceh dan Rapat Teknis antara dunia perbankan, BI, OJK, dan pengusaha pada 16 Desember 2020 di Anjong Mon Mata dan antara dunia perbankan dengan pengusaha pada tanggal 18 Desember 2020 di Gedung Serba Guna Kantor Gubernur Aceh.
Rencana penundaan pelaksanaan Qanun LKS ini terkesan aneh, dipaksakan, dan hanya mengakomodir aspirasi segelintir pelaku bisnis di Aceh. Padahal bumi Aceh ini dimiliki oleh 5 juta lebih penduduk, bukan milik segelintir pengusaha.
Qanun LKS yang lahir melalui proses yang benar dan terukur, mulai dari penyusunan naskah akademik, FGD, pengesahan DPRA, dan juga diteken oleh Pemerintah Aceh, kenapa malah tiba-tiba ingin ditunda dan bahkan dipretelin substansinya oleh Pemerintah Aceh sendiri?
Qanun LKS yang dulu diperjuangkan, kenapa tiba-tiba ingin ditunda malah direvisi? Kenapa pemerintah ingin menelan kembali ludahnya yang sudah berserakan? Maka, wajar keinginan penundaan Qanun LKS ini menimbulkan banyak ketidakpercayaan publik.
Kenapa, karena hanya desakan segelintir pengusaha KADIN Aceh yang beralasan bahwa Qanun LKS akan menghambat ekspor komoditi Aceh ke luar negeri yang belum memiliki bank syariah, Pemerintah Aceh langsung menyiapkan draf penundaan Qanun LKS?
Alasan KADIN pun juga sangat tidak logis! Apa buktinya, bank syariah dilarang bertransaksi dengan bank konvensional antar negara?
Di Malaysia dan negara Timur Tengah lainnya, bank syariah bebas melakukan transaksi dengan bank konvensional antar negara. Kenapa KADIN Aceh begitu di-anakemas-kan oleh Pemerintah Aceh?
Seberapa besarkah pertumbuhan ekonomi Aceh didongkrak oleh ekspor para pengusaha KADIN Aceh? Jangan-jangan ekspor pengusaha KADIN Aceh hanya menambah jurang disparitas pendapatan masyarakat Aceh, dan perekonomian Aceh semakin tidak berkeadilan.
Hasrat masyarakat Aceh melaksanakan syariat Islam dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi sudah sangat lama. Qanun LKS tidaklah lahir begitu saja.
Hadirnya Qanun LKS melalui proses yang sangat panjang yang sudah diamanatkan mulai dari UU Nomor 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh, UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahaan Aceh, Qanun Nomor 2 tahun 2009 tentang MPU, Fatwa MPU Nomor 11, tahun 2013 tentang Kearifan Lokal Ekonomi Syariah, Qanun Nomor 8 tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syariat Islam.
Seharusnya, Gubernur Aceh sangat memahami cita-cita rakyat Aceh untuk melaksanakan ekonomi syariah dengan kaffah.
Jangan malah membiarkan di bumi Aceh Serambi Mekkah masih beroperasi lembaga keuangan ribawi dengan menyamakan Aceh seperti negara lain yang masih menganut sistim ekonomi konvensional bersamaan dengan ekonomi Islam.
Dalam hal ini, sepertinya Gubernur Aceh lupa! Aceh beda, Aceh punya hak keistimewaan melaksanaan ajaran Islam, sedangkan negara lain tidak!
Ketika Gubernur Aceh ingin menunda Qanun LKS ke tahun 2026, berarti Gubernur memberi izin akan praktek riba terus merajalela di bumi Aceh.
Kenapa Qanun LKS baru dilaksanakan tahun 2026? Kenapa Gubernur Nova Iriansyah membebankannya ke Pemerintah Aceh selanjutnya yang belum jelas?
Sayangnya, desakan keuntungan materi yang akan diperolehi pengusaha eksportir KADIN Aceh yang belum jelas dapat dinikmati masyarakat Aceh telah menggelapkan mata Gubernur Nova untuk membiarkan dosa riba terus dipraktekkan di Aceh.
Padahal dosa pelaku riba sangat jelas, apalagi dosa bagi pemimpin yang membuat aturan pembebasan riba. Semoga, Pak Gubernur Nova dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk mempertanggungjawabkan kebijakannya di hadapan Allah SWT di yaumil mahsyar kelak.
Qanun LKS lahir melibatkan banyak pihak. Tetapi kenapa ketika mau ditunda dan direvisi hanya melibatkan segelintir pihak, dan terutamnya KADIN Aceh? Ada hubungan apa antara KADIN Aceh dengan Gubernur Nova?
Seharusnya, karena Qanun LKS dibuat bersama-sama, melibatkan segenap lapisan dan tokoh masyarakat, kenapa ketika mau ditunda dan direvisi mereka tidak dilibatkan? Apakah Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sudah didengar pendapatnya?
Bagaimana dengan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU)? Bagaimana dengan pegiat ekonomi syariah, dan lain-lain? Qanun LKS milik rakyat Aceh, bukan milik Gubernur, maka kebijakan Gubernur harus merepresentasikan kebijakan rakyat Aceh.
Gubernur Aceh adalah Gubernur provinsi dengan keistimewaan syariat Islam. Gubernur Aceh harus terbebas dari pemikiran yang melihat pelaksanaan syariat Islam, seperti keuangan Islam sebagai penghambat eksport.
Bank BUMN yang berbasis syariah, apalagi dengan rencana merger tiga bank syariah, akan menjadikan Bank Syariah semakin kuat, dan memiliki fasilitas yang tidak kalah dengan bank konvensional.
Jangan gara-gara melihat Bank Aceh Syariah yang belum siap, maka Qanun LKS ditunda. Padahal bank BUMN.
Sejauh pengamatan kami dan berita di media massa, tidak pernah ada lembaga perbankan syariah di Aceh yang mengatakan tidak siap menyambut LKS.
Mereka semua siap. Yang nyata-nyata tidak siap adalah KADIN karena mereka tidak mau transaksi yang mereka lakukan bisa dinikmati juga oleh saudaranya umat Islam.
Sistem ribawi hanya menguntungkan segelintir pihak yang memiliki banyak modal, sedangkan masyarakat terus terpuruk dalam kemiskinan.
Rencana penundaan Qanun LKS juga terasa semakin aneh. Banyak kebijakan lainnya yang tidak berbau syariah ingin dijalankan pemerintah, walaupun tidak siap, namun tetap dipaksakan.
Namun, ketika berhadapan dengan Qanun LKS, walapun masyarakat sudah sangat antusias menyambutnya dan dunia perbankan syariah juga sudah berbenah menyambutnya, namun karena desakan segelintir pengusaha, Qanun LKS ditunda.
Wahai Bapak Gubernur Nova, Anda dipilih oleh rakyat, bukan pengusaha, maka dengarlah rakyat? Qanun LKS pantang ditunda.
*Penulis Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala