DPRA Rabun Melihat Kinerja Malik Mahmud, Garang Dengan Pemerintah Aceh
Apabila setiap sennya harus dapat memberi manfaat kepada rakyat, maka berdasarkan fakta, timbul pertanyaan di sisi dan aspek kinerja Malik Mahmud itu, apa manfaatnya untuk rakyat.
Dan faktanya pula, sejauh yang saya ketahui anggota parlemen Aceh tidak pernah secara transparan dan gagah berani mempertanyakannya, apalagi memanggil Malik Mahmud ke gedung parlemen Aceh melakakukan rapat dengar pendapat (RDP) mempertanyakan kinerjanya sesuai tupoksinya sebagaimana sudah baku tertulis dalam UUPA dan Qanun berkaitan dengan Lembaga Wali Nanggroe.
Juga berkaitan dengan sosok dan karakter Wali Nanggroe Aceh yang wajib independen sebagaimana UUPA dan Qanun itu. Tetapi faktanya Malik Mahmud sangat partisan.
Sebagai pemersatu, dia tenang – tenang saja dan tidur nyenyak di tengah-tengah gemuruh hiruk pikuk dan “dinamika” hubungan eksekutif dan legislatif yang kerap terjadi di Aceh. Juga harapan rakyat banyak di Aceh keliling seluruh teritori Aceh untuk tampil sebagai imam dan khatib Salat Jum’at menyampaikan taushiyah untuk pengamalan dan penegakan syariat Islam kaffah, ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah insaniyah, persatuan dan kesatuan dalam kehidupan rakyat Aceh yang heterogen di Aceh, namun sepanjang yang saya ketahui, inipun tidak pernah dilakukan oleh Malik Mahmud sebagai Wali Nanggroe.
Berdasarkan fakta-fakta ini, inheren dengan garang dan gagah berani Anggota DPRA ketika menyorot kinerja Pemerintah Aceh, dengan bahasa “antik” saya harus katakan, bahwa parlemen Aceh rabun melihat kinerja Malik Mahmud, sehingga tetap menyediakan anggaran baginya puluhan miliar setiap tahun.
*Penulis mantan Anggota Parlemen RI