Fenomena Narsistik Meritokrasi dan Carut Marutnya Penyelenggaraan Jasa Konstruksi di Indonesia
Pengamatan terhadap peristiwa triliunan anggaran di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang judulnya pembinaan, pencetakan sertifikat, registrasi, peningkatan kapasitas LSBU dan LSP, dan lainnya yang dianggap keberhasilan meritokrasi, yang justru berbanding terbalik dengan sekelumit permasalahan mendasar di dalam penyelenggaraan jasa konstruksi.
Secara eksistensi maka Kementerian PUPR yang memiliki kewenangan dan keuangan besar dianggap mumpuni menata tata kelola internalnya, namun terhadap realitas pemasalahan penyelenggaraan jasa konstruksi seperti kehilangan arah dan tujuan, tidak tepat sasaran, masih memegang kendali konsep yang lama namun yang pasti hilang arah, tidak ideal dan tidak berkelanjutan.
Tidak ada konsep ideal baru yang mampu menangkap asas dan tujuan didalam Undang-undang jasa konstruksi. Seolah mencari wilayah aman dalam deontologi dan eksistensi, namun kosong dalam wilayah esensi dan konsekuensi menghadapi berbagai permasalahan mendasar dalam penyelenggaraan jasa konstruksi.
Apabila kita tinjau dari perkembangan perusahaan konstruksi di dunia, maka perusahaan-perusahaan konstruksi lebih mengedepankan profesionalitas karena seluruh dunia mengawasi kinerjanya di dalam stock exchange.
Sistem administrasi untuk memperkuat aktualisasi perusahaan, bukan justru mempersulit apalagi menghambat.
Salah satu contoh Constructing Excellence Organization di Inggris yang bertujuan meningkatkan kinerja konstruksi guna menghasilkan lingkungan binaan yang lebih baik, mengembangkan seperangkat indikator kinerja dan mengklasifikasikannya ke dalam tiga kelompok utama, yaitu perspektif ekonomi, sosial dan lingkungan (Constructing Excellence, 2009).
Mengklasifikasikan indikator kinerja ke dalam perspektif fungsional, operasional, dan profesional. Dan ada juga Institut Industri Konstruksi (CII) Amerika Serikat dengan mengukur indikator keberhasilan perusahaan konstruksi dari Biaya, jadwal, perubahan, Kecelakaan, pengerjaan ulang dan produktivitas perusahaan konstruksi.