Jepang Maju Karena Budaya Disiplin dan Jujur
Oleh: Dr Taqwaddin Husin*
SELAMA berada di Jepang, saya melihat kedisiplinan orang di negara matahari terbit itu sangat patut diteladani.
Pada Ahad siang (19/1), kami dijamu agenda makan siang di Central Sanomiya Hanshin Kobe Railway oleh Dr Jerry, dia orang Philipina, Pakar Ilmu Kebencanaan yang sudah lebih 20 tahun tinggal dan bekerja di Kobe Jepang. Jerry, aktivis di ADRC (Asian Disaster Reduction Center), suatu Internasional NGO yg fokus pada upaya-upaya pengurangan resiko dan pemulihan bencana.
Pengalaman saya selama bermitra kolaborasi dalam riset kebencanaan secara internasional yang dikoordinir oleh Prof Yuka Kaneko dari Kobe University Jepang, terekam sekali betapa disiplinnya orang-orang Jepang.
Kolaborasi kami berasal dari berbagai negara, Jepang, China, Philipina, Turki, New Zeland, Thailand, Kamboja, Aceh Indonesia, dan dari beberapa negara lain, yang saya agak lupa. Intinya, kami berasal dari semua negara-negara yang pernah mengalami bencana dahsyat yang dikenal secara internasional.
Koordinator kolaborasi ini adalah Kaneko Sensei yang dibantu beberapa profesor muda dan juga beberapa orang asisten profesor. Kaneko sensei meneruskan apa yang dirintis oleh Prof Tanaka sensei manakala beliau menjabat sebagai Direktur Pusat
RCUSS (Research Center for Urban Safety and Security, Kobe University).
Dari para akademisi inilah saya merekam budaya Jepang. Jadi bukan dari buku-buku, melainkan dari persahabatan secara langsung.
Pernah suatu kali pada tahun 2015, ketika saya sedang memulai kuliah pada pagi yang sedang badai salju, terdengar ketukan pelan di pintu kelas. Semua peserta kelas terperanjat. Kaget. Karena tak biasanya ada yang terlambat hadir.
Setelah saya membuka pintu, “come in” kata saya yang disambut oleh mahasiswi Jepang dengan berkali-kali membungkuk seraya berucap “I am so sorry sir, I am so sorry sir”.
Mahasiswi ini merasa sangat bersalah dan seakan telah melakukan dosa besar karena masuk kelas saat dosennya memulai kuliah.
Gestur tubuhnya yang membungkuk-bungkuk dengan wajah memelas ketakutan menjadi pelajaran bagi saya soal kedisiplinan waktu para mahasiswi Jepang.