Jokowi, Negarawan atau Preman Politik?
Oleh: Agusto Sulistio*
PERNYATAAN Pengurus Relawan Projo dalam acara diskusi di salah aatu channel Youtube, yang menyebut Jokowi adalah “manusia Politik” sehingga kemampuannya perlu didukung. Patut dicermati bukan sekadar kalimat netral, melainkan sinyal terang benderang bahwa Jokowi belum siap pensiun dari kekuasaan. Kalimat itu sah-sah saja. Tapi, bagi rakyat yang cermat dan masih waras nalar, ini bukti terang bahwa Jokowi dan para loyalisnya tengah mengatur siasat untuk tetap berada di orbit kekuasaan.
Ironis. Sebab, publik mencatat jelas bahwa Jokowi sebelumnya pernah berjanji akan momong cucu usai purna tugas sebagai presiden. Itu diucapkannya pada berbagai kesempatan, salah satunya saat diwawancarai Najwa Shihab di program Catatan Najwa (Agustus 2023). Tapi apa yang terjadi hari ini? Yang terjadi justru sebaliknya: anak, menantu, bahkan adik ipar kini menjadi penguasa politik hasil kekuatan kekuasaan yang dilanggengkan dengan rekayasa konstitusional.
Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Jokowi, awalnya hanya pengusaha Es Cendol, kemudian mulus ke Walikota Solo hasil dorongan kekuasaan parpol dan tangan Jokowi. Namun sejak November 2023, setelah Mahkamah Konstitusi meloloskan putusan kontroversial usia capres/cawapres, Gibran melenggang menjadi Cawapres Prabowo. Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 ini kemudian terbukti sarat konflik kepentingan karena Ketua MK saat itu, Anwar Usman, adalah paman Gibran, adik ipar Jokowi sendiri. Bahkan dalam putusan Majelis Kehormatan MK, Anwar dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat dan dicopot dari jabatan Ketua MK (7 November 2023).
Lalu Bobby Nasution, menantu Jokowi. Bermodal status menantu presiden, kemudian maju dan mulus sebagai Walikota Medan sejak 2020, kini resmi menjadi Gubernur Sumatera Utara 2024. Sebuah lompatan kekuasaan yang sangat cepat dan nyaris tanpa kritik dari elite partai koalisi pemerintah saat itu.
Tidak cukup sampai di situ. Kaesang Pangarep, anak bungsu Jokowi, dari bisnis jualan martabak mendadak masuk politik dan dalam waktu kurang dari seminggu langsung diangkat sebagai Ketua Umum PSI (25 September 2023). Sebuah langkah yang bukan saja tidak lazim, tetapi juga menodai etika politik nasional. PSI pun tak malu-malu mengaku bahwa bergabungnya Kaesang adalah keputusan “strategis” untuk membesarkan partai.