Oleh: Arief Kurniawansyah R*
Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa kali Allah mengulang dan mengingatkan kita bahwa “Setan itu musuh kamu yang nyata”. Diantaranya bisa kita lihat di dalam Surah Al-Baqarah [2]: 168 dan 208, Al-An’am [6]: 142, Al-A’raaf [7]: 22, Al-Israa’ [17]: 53, al-Qashash [28]: 15, Yaasin [36]: 60, Yusuf [12] : 5, Az-Zukhruuf [43] 62).
Sebagai musuh tentunya setan akan selalu mencari jalan dan juga celah dalam upaya memerangi, menggoda dan menjerumuskan umat manusia ke jalan yang sesat. Na’udzubillahi min dzalik.
Oleh karena itu hendaknya kita sebagai objek yang dimusuhi oleh mereka membentengi dan menjaga diri serta menutup semua celah agar musuh tidak dapat mengalahkan kita
Berikut beberapa jalan masuk syaitan dalam menghancurkan manusia:
Pertama: Hasad (dengki). Ini adalah pintu terbesar yang akan dimasuki setan. Jika seseorang memiliki sifat hasad, setan akan menghias-hiasi sesuatu seolah-olah menjadi baik sehingga disukai oleh syahwat padahal hal tersebut adalah sesuatu yang mungkar.
Sifat dengki ini begitu rawan dapat menghilangkan akal sehat manusia sehingga dihantui dengan pemikiran-pemikiran buruk yang berujung membuat pendengki sengsara dan tidak tenang hidupnya.
Seorang pendengki hidupnya tidak akan mulia di dunia. Malaikat pun akan muak kepadanya. Jika kelak mati, ia akan mendapatkan kedudukan yang teramat hina di hadapan Allah. Demikian pula di Yaumul Hisab timbangannya akan terbalik, sehingga neraka jahanam pun siap menerkamnya. Itulah nasib malang yang akan Allah timpakan kepada seorang pendengki.
Kedua: Marah. Ketahuilah, marah dapat merusak akal. Jika akal lemah, maka pada saat tentara setan akan melakukan serangan, mereka juga sempat menertawakan serta menghasud agar kita melakukan sesuatu kemungkaran sehingga sering kita kehilangan kontrol seperti mudah berbicara kasar dan yang tidak layak untuk di bicarakan bahkan adanya dorongan untuk menganiaya atau menghancurkan sesuatu yang ada di sekitaran kita.
Jika kondisi kita seperti ini, minta perlindunganlah pada Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا غضب الرجل فقال : أعوذ بالله سكن غضبه
“Jika seseorang marah, lalu dia mengatakan: a’udzu billah (aku berlindung pada Allah), maka akan redamlah marahnya.” (As Silsilah Ash Shohihah no. 1376. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Wahai Rasulullah tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkan dalam surga.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda,
لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ
“Janganlah engkau marah, maka bagimu surga.” (HR. Thabrani dalam Al-Kabir. Lihat Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, hadits ini shahih lighairihi
Ketiga: Wanita yang suka berhias kepada selain suaminya. Ini salah satu yang akan menjadi panahnya setan dalam mempengaruhi manusia terkhusus untuk kaum laki-laki yang belum mampu menjaga pandangan juga syahwatnya.
Imam adz-Dzahabi raimahullah berkata, “Termasuk perbuatan (buruk) yang menjadikan wanita dilaknat (dijauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala ) yaitu memperlihatkan perhiasan, emas dan mutiara (yang dipakainya) di balik penutup wajahnya, memakai wangi-wangian dengan kesturi atau parfum ketika keluar (rumah), memakai pakaian yang diberi celupan warna (yang menyolok), kain sutra dan pakaian pendek disertai dengan memanjangkan pakaian luar, melebarkan dan memanjangkan lengan baju, serta hiasan-hiasan lainnya ketika keluar (rumah). Semua ini termasuk tabarruj yang dibenci oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala , dan pelakunya dimurkai oleh-Nya di dunia dan akhirat.
Oleh karena perbuatan inilah, yang telah banyak dilakukan oleh para wanita, sehingga Rasûllulâh n bersabda tentang mereka, yang artinya, ‘Aku melihat neraka, maka aku melihat kebanyakan penghuninya adalah para wanita’.”
Perhatikan ucapan Imam adz-Dzahabi rahimahullah ini, bagaimana beliau menjadikan perbuatan tabarruj yang dilakukan banyak wanita adalah termasuk sebab yang menjadikan mayoritas mereka termasuk penghuni neraka.
Keempat: Kenyang karena telah menyantap banyak makanan. Keadaan seperti ini akan menguatkan syahwat dan melemahkan untuk melakukan ketaatan pada Allah, sehingga setan lebih mudah dan leluasa mempengaruhi kita, Kerugian lainnya akan dapatkan di akhirat sebagaimana dalam hadits:
فَإِنَّ أَكْثَرَهُمْ شِبَعًا فِى الدُّنْيَا أَطْوَلُهُمْ جُوعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya orang yang lebih sering kenyang di dunia, dialah yang akan sering lapar di hari kiamat nanti.” (HR. Tirmidzi. Dalam As Silsilah Ash Shohihah, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Kita tidak dianjurkan untuk memakan makanan yang berlebihan. Selain mubazir, Rasulullah SAW juga telah menganjurkan umat Islam untuk makan secukupnya saja.
Ibnu Umar berkata, ”Seorang laki-laki bersendawa di hadapan Rasulullah. Beliau berkata, “Hentikan sendawamu itu dari kami, karena orang yang paling banyak kenyang di dunia, ia akan menjadi orang yang paling lama laparnya di hari kiamat.”
Dalam sebuah penelitian sains yang dikhususkan untuk dunia kesehatan mengungkapkan, makan berlebihan dapat mengakibatkan seseorang memiliki kelebihan berat badan atau obesitas. Kondisi tersebut dapat mendatangkan beragam penyakit seperti diabetes dan darah tinggi.
Anjuran itu juga telah tertulis dalam kitab suci Alquran, bagi umat Islam perintah tersebut sudah cukup jelas. Seperti yang dikutip dari buku ‘Sains dalam Alquran’ (2013) yakni.
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan,” (QS. Al A’raf: 31).
Dengan begitu, Allah SWT menganjurkan umatnya untuk tidak makan berlebihan, sebab akan memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan.
Kelima: tamak kepada orang lain. Jika seseorang memiliki sifat seperti ini, maka dia akan berlebih-lebihan memuji orang tersebut padahal orang itu tidak memiliki sifat seperti yang ada pada pujiannya. Akhirnya, dia akan mencari muka di hadapannya, tidak mau memerintahkan orang yang disanjung tadi pada kebajikan dan tidak mau melarangnya dari kemungkaran, keadaan seperti ini tidak lebih dari seorang penjilat yang kita singkat dengan istilah ABS (asal bos senang).
Dalam sebuah riwayat disebutkan ”Kalian pasti akan bertemu dengan orang-orang yang paling Allah benci, yaitu mereka yang bermuka dua. Di satu kesempatan, mereka memperlihatkan satu sisi muka, namun di kala yang lain, mereka memperlihatkan muka yang lain pula.” (HR. Bukhari-Muslim)
Sesungguhnya orang yang beriman pada Allah tak mungkin memiliki karakter seorang penjilat, hal ini adalah sebuah kepastian:
“Menjilat bukanlah termasuk karakteristik moral seorang mukmin.” (Kanzul Ummat, hadits 29364)
Seorang penjilat biasanya memuji sesuatu secara berlebihan dengan tujuan mendapat perhatian. Ia akan memuji orang-orang kaya, orang-orang berkuasa, orang-orang berilmu, agar mendapat keuntungan dari mereka.
Maka kita perlu menghindari pujian berlebihan terhadap apapun. Karena sesungguhnya segala puji hanyalah bagi Allah.
Penjilat juga hampir sama dengan orang dengan sifat munafik yang suka memutar-mutar ayat dan hadits serta nilai agama dengan lidahnya untuk kepentingan pribadi. Mereka bisa melakukan berbagai pencitraan agar manusia terkecoh menyangkanya bersahaja, beriman pada Allah, padahal hati mereka tidak demikian.
Keenam: Sifat selalu tergesa-gesa dan tidak mau bersabar untuk perlahan-lahan. Padahal terdapat sebuah hadits dari Anas, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
التَّأَنيِّ مِنَ اللهِ وَ العُجْلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ
“Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal dari setan.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Sunanul Qubro. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shoghir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Dzun Nun (Tsauban bin Ibrahim) rahimahullahu berkata, “Ada empat perkara buruk yang menghasilkan buah: tergesa-gesa yang buahnya adalah penyesalan, kagum pada dirinya sendiri yang buahnya adalah kebencian, keras kepala yang buahnya adalah kebingungan, dan rakus yang buahnya adalah kemiskinan”.
Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata, “Sifat tergesa-gesa adalah dari setan. Sejatinya sifat tergesa-gesa juga merupakan sikap gegabah, kurang berpikir dan berhati-hati dalam bertindak. Yang mana sifat ini menghalangi pelakunya dari ketenangan dan kewibawaan. Dan menjadikan pelakunya memiliki sifat menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Dan mendekatkan pelakunya kepada berbagai macam keburukan, dan menjauhkannya dari berbagai macam kebaikan. Dia adalah temannya penyesalan. Dan katakanlah, bahwa siapa saja yang tergesa-gesa maka dia akan menyesal”
Hal ini telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seorang hamba akan senantiasa dikabulkan doanya oleh Allah Jalla wa ‘Ala selama dia tidak berdoa yang mengandung kezaliman, tidak memutuskan tali silaturahmi, dan tidak tergesa-gesa.
Kemudian ada sahabat yang bertanya, “Apa yang dimaksud tergesa-gesa di sini, wahai Rasulullah?” Lalu beliau menjawab, “Aku telah berdoa, aku telah berdoa, tetapi mengapa aku tidak melihat tanda-tanda doaku dikabulkan? Sehingga dia lelah dalam berdoa dan meninggalkan doanya tersebut” (HR. Muslim)
Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata, “Orang yang berkata, ‘Aku telah berdoa, akan tetapi doaku tidak kunjung dikabulkan,’ lalu meninggalkan doanya karena berputus asa dari rahmat Allah berupa mengungkit-ungkitnya di hadapan Allah bahwa dia telah banyak berdoa kepada-Nya, sejatinya adalah orang yang bodoh akan bentuk pengabulan Allah terhadap doanya tersebut. Dia mengira bahwa bentuk pertolongan Allah kepadanya dengan diberikan apa yang dia minta, padahal Allah mengetahui apa yang dia minta itu adalah keburukan baginya.”
Ketujuh: Cinta harta. Sifat seperti ini akan membuat berusaha mencari harta bagaimana pun caranya halal dan haram pun semua dia sikat saja. Sifat ini akan membuat seseorang menjadi bakhil (kikir), takut miskin dan tidak mau melakukan kewajiban yang berkaitan dengan harta.
Dalam Al-Qur’an telah di jelaskan bahwa salah satu cara setan menggoda manusia adalah selalu menakut-nakuti dengan kemiskinan. Setan membuat manusia merasa selalu kekurangan padahal karunia Allah itu sangat banyak. Allah berfirman,
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir) ; sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripadaNya dan karunia. Dan Allah Mahaluas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui” [Al-Baqarah/2: 268]
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa manusia ditakut-takuti kemiskinan sehinga menjadi pelit terhadap hartanya. Beliau berkata,
يخوفكم الفقر ، لتمسكوا ما بأيديكم فلا تنفقوه في مرضاة الله
“Setan menakut-nakuti kalian akan kemiskinan, agar kalian menahan harta ditangan kalian dan tidak kalian infakkan untuk mencari ridha Allah.” [Tafsir Ibnu Katsir]
Kedelapan: Mengajak orang awam supaya ta’ashub (fanatik) pada golongan tertentu, tidak mau beramal selain dari yang diajarkan oleh tokoh atau para pemuka dari golongannya entah itu benar atau pun salah, sesuai dengan petujuk Al-Qur’an dan Sunnah atau tidak, tidak di pedulikan. Sehingga keadaan seperti ini bisa berdampak pada perpecahan umat.
Nabi Shalalallahu ‘Alaihi Wassallam:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ. رواه أبو داود.
“Bukan termasuk kaumku orang yang mengajak pada fanatisme, dan bukan termasuk kaumku orang yang saling bunuh karena fanatisme, dan bukan dari kaumku yang meninggal karena (dalam keadaan) fanatisme”.
Abdul Rouuf al-Munawi dalam kitab Faidul Qodir menjelaskan : “bahwa orang yang mengajak untuk bersikap fanatik (ta’asub) dan berkumpul bersama orang-orang yang fanatik baik itu terhadap satu golongan, kaum, kelompok, sekte, maka ia telah membantu kedzoliman”.
Ibnu Atsir mengatakan : “ orang yang fanatik adalah orang yang marah ketika idolanya dilecehkan, dan ia akan selalu menjaganya apapun keadaannya, karena fanatisme itu sikap attack (menyerang) dan defend (menahan)”.
Kesembilan: Berburuk sangka terhadap muslim lainnya. Jika seseorang selalu berburuk sangka (bersu’uzhon) pada muslim lainnya, pasti dia akan selalu merendahkannya dan selalu merasa lebih baik darinya. Seharusnya seorang mukmin selalu mencari udzur dari saudaranya. Berbeda dengan orang munafik yang selalu mencari-cari ‘aib orang lain.
Dalam QS Al-Hujurat ayat 12 disebutkan: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah pula sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.
Renungkanlah ayat ini, ketika Allah Ta’ala menyebutkan tiga rangkaian dosa, yaitu su’udzan (buruk sangka tanpa dasar), tajassus (berusaha mencari-cari keburukan orang lain) dan ghibah (menggunjingkan orang lain).
Orang yang memiliki sifat suka berburuk sangka kepada orang lain tanpa dasar, maka dia akan berusaha mencari-cari kesalahan dan keburukan saudaranya tersebut untuk mengecek dan membuktikan prasangkanya. Inilah yang disebut dengan tajassus.
Sedangkan tajassus itu sendiri adalah pintu awal menuju dosa berikutnya, yaitu ghibah. Karena orang tersebut berusaha untuk menampakkan aib dan keburukan saudaranya yang berhasil dia cari-cari, meskipun dia berhasil mendapatkannya dengan susah payah.
Al-Qasimi rahimahullahu Ta’ala berkata, “Ketika buah dari su’udzan adalah tajassus, hati seseorang tidak akan merasa puas dengan hanya ber-su’udzan saja. Maka dia akan mencari-cari bukti (aib saudaranya tersebut) dan akan sibuk dengan tajassus. Allah Ta’ala menyebutkan larangan tajassus setelah su’udzan. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Dan janganlah mencari-cari keburukan orang.’” (Mahaasin At-Ta’wiil, 9: 3690)
Wallahu’alam