Oleh: Tgk. Sirajuddin Saman, S.Pd.I MA
Dunia sedang dihebohkan dengan wabah Coronavirus Disease (Covid-19) yang katanya sangat berbahaya dan mematikan, dimana-mana orang-orang ketakutan dan mengalami trauma yang luar biasa, ditambah lagi dengan berita-berita tentang bahayanya Corona tersebut melalui media sosial baik Facebook, WhatsApp, Twitter, pesan singkat (SMS) maupun media-media lainnya yang belum tentu benar dan tidak diketahui siapa yang menulisnya, sehingga membuat suasana semakin mencekam, menakutkan dan tegang.
Lalu, bagaimana kita umat Islam menyikapi musibah atau cobaan yang terjadi?
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Anbiya’ ayat 35 Allah SWT berfirman: “Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai ujian. Dan hanya kepada Kami, kamu akan kembali”.
Hidup dan mati manusia adalah urusan Allah SWT, apabila ajal telah tiba semua akan menghadap-Nya dengan waktu dan sebab yang mungkin sama atau berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Kemudian sebagai hamba yang beriman kita wajib meyakini bahwa Allah SWT yang Maha Kuasa tidak akan memberikan suatu cobaan yang di luar kemampuan manusia untuk menanggungnya.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: lima perkara ghaib yang hanya diketahui Allah; Pertama, Apa yang akan terjadi besok (nanti). Kedua, Apa yang terdapat dalam Rahim seorang ibu. Ketiga, Kapan terjadinya kiamat. Keempat, Kapan, kenapa, dimana seseorang meninggal. Kelima, Kapan akan terjadinya hujan. (HR. Ahmad dan Bukhari).
Memperhatikan ayat dan hadits tersebut, di satu sisi kita tidak perlu khawatir dan takut terhadap apapun yang akan terjadi termasuk merebaknya virus Corona ini, karena semua yang sudah dan akan terjadi hanya Allah SWT semata yang mengetahui dan mengendalikannya, apabila Ia mentakdirkan seseorang mati diterkam harimau maka ia akan mati dengan diterkam harimau, apabila seseorang ditakdirkan mati tenggelam maka ia akan mati dengan tenggelam, begitu pula halnya dengan virus Corona, kalau seseorang sudah ditakdirkan mati dengan virus itu maka ia akan mati dengan sebab virus tersebut.
Manusia tidak dapat mengelak dari takdir Allah SWT. Salah satu rukun iman yang wajib kita yakini adalah adanya qadha dan qadar yang datang dari Allah SWT. Meyakini qadha dan qadar tersebut merupakan wujud komitmen seorang hamba yang pasrah dan menerima dengan ikhlas setiap ketentuan Allah SWT.
Mengiplementasikan keyakinan terhadap takdir Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari merupakan perkara rumit, karena keberadaannya yang ghaib dan tidak mudah seseorang dapat menerima dengan pasrah hati ketika takdir itu kurang baik atau kurang berkenan di hatinya.
Namun itulah kenyataannya, kita terima atau tidak takdir itu pasti terjadi sebagaimana yang Allah SWT kehendaki. Dalam Surat Yasin ayat 82 Allah berfirman: …Apabila Ia (Allah) menghendaki sesuatu maka ia berkata “kun” maka terjadilah.
Lalu, apakah memang secara lahiriyah begitu penafsiran ayat dan hadits tersebut?
Apakah dengan demikian kita tidak perlu lagi berusaha untuk mencegah atau menghindari suatu bencana?
Bolehkah kita santai-santai saja dalam menghadapi peredaran virus Corona ini dengan mengabaikan apapun intruksi dari pemerintah atau pihak berwenang lainnya?
Terdapat beberapa aliran dalam memahami ketentuan Allah SWT, antara lain:
- Aliran Qadariyah: menyebutkan bahwa semua perbuatan manusia dijadikan oleh manusia sendiri dan tidak ada hubungannya dengan Allah SWT. Dengan demikian, maka baik dan buruknya manusia, sehat dan sakit, beruntung atau melarat ditentukan oleh manusia itu sendiri, dan terkait dengan Corona, maka ia akan musnah dengan upaya-upaya manusia untuk menghancurkan dan menghentikannya tanpa ada kaitan dengan ketentuan dan kehendak Allah SWT sama sekali.
- Aliran Jabariyah, menyebutkan bahwa tidak ada usaha manusia sama sekali, semua sudah diatur oleh Allah SWT, dan manusia tinggal menjalaninya saja. Dengan demikian, maka kita tidak perlu melakukan upaya apapun dalam hal apapun, karena semua sudah diatur oleh Allah SWT, termasuk peredaran virus Corona ini, Allah SWT yang membuatnya dan Allah SWT sendiri yang akan memusnahkannya tanpa perlu ada usaha apapun dari kita, kita tidak perlu takut dimana dan kemana pun, tidak perlu menggunakan pelindung apapun, karena Allah SWT telah mengaturnya, dan kalau ia berhendak kita selamat maka selamatlah.
- Aliran Ahlussunnah Wal Jama’ah, menyebutkan bahwa manusia dapat berusaha dengan Qudrah Basyariyyah yang Allah tempatkan padanya, namun berhasil atau tidaknya tergantung pada kehendak Allah SWT. Dengan demikian, kita perlu berusaha sekuat tenaga dalam hal apapun, namun berhasil atau tidaknya sangat tergantung kepada kehendak dan izin Allah SWT. Maka terkait dengan Corona, kita harus berupaya dengan sekuat tenaga untuk menyelamatkan diri sendiri dan orang lain dari virus yang sangat berbahaya ini.
Para ulama Tauhid sepakat bahwa paham Ahlussunnah Wal Jama’ah merupakan satu-satunya aliran Tauhid yang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat menyelamatkan manusia dari azab Allah SWT.
Maka, penanganan wabah virus COVID-19 menurut Ahlussunnah Wal Jama’ah dengan merujuk kepada ajaran agama kita dan arahan pemerintah adalah sebagai berikut:
- Berikhtiar menghindarinya dengan menjaga kebersihan, seperti sering cuci tangan dan berkumur kumur (sering berwudhu lebih utama), menghindari kontak dengan orang yang dicurigai telah terjangkit, menjaga jarak minimal satu meter dari orang yang dicurigai telah terjangkit, menghindari keramaian, meningkatkan imun tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergizi, dan upaya-upaya lainnya sesuai dengan petunjuk dan arahan dari yang berwenang menangani wabah Corona ini.
- Melakukan taubat nasuha (taubat dengan sesungguh hati) terhadap kesalahan dan dosa selama ini, karena boleh jadi virus ini merupakan teguran Allah SWT atas kelalaian kita manusia selama ini.
3). Berdo’a agar Allah SWT segera mumusnahkan virus ini dan wabah lainnya. Orang beriman dilarang berputus asa, ia dituntut untuk berusaha dengan giat dan tekun terhadap apapun yang diingininya, manusia tidak dibenarkan hanya berpangku tangan mengharap keajaiban dan pertolongan datang dengan sendirinya.
Pada masa kekhalifahan Umar Ibnu Khattab beliau bersama rombongan sedang dalam perjalanan menuju Syam, di tengah perjalanan sampailah berita kepada Khalifah bahwa di Negeri Syam sedang mewabah penyakit “tha’un”.
Sayyidina Umar memutuskan untuk tidak memasuki Negeri Syam dan pulang kembali. Keputusan ini diprotes oleh sebagian sahabat, mereka berkata: Wahai Amirul Mukminin, apakah kita dapat lari dari takdir Allah SWT? Umar Ibnu Khattab menjawab: kita lari dari satu takdir kepada takdir yang lain. Mungkin sebagian sahabat tersebut selama ini meyakini bahwa semua yang terjadi semata mata sudah diatur oleh Allah SWT dan tidak ada siapa pun yang dapat mengelaknya.
Keyakinan tersebut dibantah oleh Khalifah Umar Ibnu Khattab, seolah olah Khalifah berkata: kita wajib berupaya dan berusaha, setelah itu barulah kita pasrah kepada Allah SWT, tidak boleh nekat dengan semata mata pasrah kepada takdir dan keadaan.
Dari sikap dan keputusan Sayyidina Umar ini dapat kita petik hikmah dan kesimpulan bahwa berpegang kepada takdir mestilah melalui mekanisme yang benar, tidak boleh nekat dan mengabaikan upaya penyelamatan diri.
Contohnya, kita mengetahui bahwa di suatu tempat harimau buas sedang berkeliaran akibat anaknya mati, maka kita tidak boleh ke tempat itu dengan semata-mata berpegang kepada takdir dan berkata “Kalau Allah tidak menghendaki saya digigit harimau itu maka saya tidak akan digigitnya”. Ini cara berpegang kepada takdir yang keliru, tetapi kita harus berupaya menghindar dari harimau tersebut, kalaupun kita tetap harus melewati jalan itu maka kita melewatinya dengan mobil yang tinggi dan berdinding kokoh, atau dengan kendaraan-kendaraan lainnya yang dapat melindungi kita dari sergapan harimau tersebut.
Dalam menangani wabah virus Corona Presiden Jokowi menegaskan bahwa prioritas kita adalah mencegah penyebaran COVID-19 lebih luas lagi dengan melakukan tiga hal berikut:
- Mengurangi mobilitas orang dari satu tempat ke tempat yang lain.
- Terus menggencarkan sosialisasi untuk menjaga jarak.
- Social distancing (mengurangi aktivitas di luar rumah) dan mengurangi kerumunan yang membawa risiko penularan COVID-19.
Kita mesti mendukung pemerintah dalam penanganan virus yang sangat berbahaya ini, kita ikuti dan laksanakan intruksi-intruksi yang telah dikeluarkan sebagai salah satu bentuk upaya kita untuk menghindari dan menyelamatkan diri kita sendiri serta orang lain dari wabah ini, sebagaimana Ahlussunnah Wal Jama’ah mengajarkan kita untuk berusaha sekuat tenaga dan selanjutnya barulah kita berserah dan pasrah kepada ketentuan Allah SWT.
Semoga Allah SWT segera memusnahkan virus ini dan wabah-wabah lainnya, sehingga semua kita selamat dan selalu dalam lindungan-Nya di dunia dan akhirat nanti. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
*Penulis :
— Pimpinan Dayah Khamsatu Anwar Deunong, Darul Imarah, Aceh Besar
— Kandidat Doktor UIN Ar-Raniry Banda Aceh