Oleh: Teuku Farhan*
Di tengah derasnya arus digitalisasi dan perkembangan teknologi, pemadaman listrik seharusnya menjadi masalah yang semakin jarang terjadi.
Namun, di Aceh, pemadaman listrik masih menjadi rutinitas yang terus menghantui kehidupan masyarakat, baik di sektor rumah tangga maupun bisnis.
Alasan klasik PLN yang terus berulang, yaitu “maintenance rutin,” semakin tidak bisa diterima, terutama di era di mana teknologi seharusnya mampu memberikan solusi yang lebih baik.
PLN berdalih melakukan pemeliharaan jaringan di Banda Aceh dan Aceh Besar, yang direncanakan berlangsung hingga awal Oktober.
Pemeliharaan ini tentu penting untuk meningkatkan keandalan listrik. Namun, masyarakat Aceh sudah terbiasa mendengar alasan yang sama: pemadaman untuk pemeliharaan.
Hal ini tidak hanya mengganggu kenyamanan warga tetapi juga menghancurkan ekosistem ekonomi digital yang tengah dikembangkan. Pemadaman yang tidak terduga menambah kerugian di sektor usaha yang sedang beradaptasi dengan transformasi digital.
Padahal Aceh surplus listrik hingga 100 Megawatt (MW), tapi tak optimal diserap industri. Aceh sudah mandiri soal kelistrikan karena memiliki 16 pembangkit listrik yang tersebar di sejumlah daerah. Pembangkit terbesar ada di PLTU Nagan Raya dan PLTMG Arun.
Surplus listrik yang ada juga belum ditambah daya yang dihasilkan oleh PLTU Nagan Raya 3 dan 4 serta PLTU Peusangan yang segera beroperasi.
General Manager PT PLN Wilayah Aceh Parulian Novriandi bahkan mengungkapkan kelebihan daya tersebut terpaksa dialihkan ke Sumatera Utara yang memiliki banyak industri, misalnya di Kawasan Industri Medan (KIM).
“Ini berkaitan dengan iklim investasi. Di Aceh minim pelanggan dari industri. Sedangkan di Medan itu rata-rata pelanggan dari industri bisa mencapai 10 persen kebutuhan listrik.” kata Parulian Novriandi, di Medan 5 Oktober 2023.
Jadi sungguh mengherankan, listrik Aceh digunakan untuk membangun daerah lain, sementara Aceh dipelihara jadi langganan korban pemadaman atas nama pemeliharaan.
Pembohongan Publik: Pemadaman Tidak Sesuai Jadwal
Salah satu hal yang paling menjengkelkan bagi masyarakat Aceh adalah ketidakpastian jadwal pemadaman yang diumumkan oleh PLN. Banyak warga mengeluh bahwa daerah mereka ikut padam padahal tidak termasuk dalam jadwal pemadaman.
Ada kawasan yang tidak masuk jadwal padam, justru mengalami pemadaman listrik pada malam dan sore hari.
Ketidakpastian ini semakin mengikis kepercayaan masyarakat terhadap kinerja PLN. Padahal kepastian adalah buah adopsi teknologi, artinya PLN Aceh gagal memanfaatkan teknologi untuk menjamin kepastian informasi.
Dalam era digitalisasi, di mana server, jaringan internet, dan perangkat elektronik harus terus beroperasi, pemadaman listrik menyebabkan kerugian finansial yang signifikan.
Ekosistem ekonomi digital yang sedang dikembangkan di Aceh membutuhkan keandalan listrik sebagai fondasi utamanya.
Tanpa itu, bagaimana mungkin Aceh bisa menarik investasi atau bersaing dengan daerah lain yang memiliki infrastruktur lebih baik?
PLN, Biang Kerok Kemunduran Ekonomi Aceh
PLN Aceh, dengan segala keterbatasannya, bisa dikatakan sebagai salah satu biang kerok kemunduran ekonomi Aceh.
Daerah yang sudah lama dikenal sebagai termiskin di Sumatera ini terus mengalami kesulitan dalam menarik investor.
Di era di mana listrik menjadi salah satu kebutuhan dasar bagi pertumbuhan ekonomi, PLN seakan tidak sadar akan dampak buruk dari pemadaman dan membiarkan terus-menerus terjadi.
Calon investor tentu akan berpikir dua kali sebelum menanamkan modal di Aceh jika mereka tahu bahwa infrastruktur dasar seperti listrik tidak bisa diandalkan.
Bagaimana mereka bisa menjalankan operasional bisnis mereka dengan baik jika setiap saat listrik bisa padam, tanpa peringatan atau kepastian kapan akan kembali menyala?
Situasi ini hanya akan semakin memperburuk citra Aceh di mata investor, yang seharusnya menjadi salah satu prioritas untuk meningkatkan ekonomi daerah.
Alasan Maintenance yang Tak Lagi Bisa Diterima
Alasan “maintenance rutin” yang terus dilontarkan oleh PLN Aceh sudah tidak lagi bisa diterima di era modern ini. Jika pemeliharaan benar-benar dilakukan secara rutin, mengapa masalah yang sama terus berulang
Seharusnya, pemeliharaan rutin memberikan hasil yang signifikan, seperti peningkatan keandalan dan minimnya pemadaman. Namun, yang terjadi di Aceh adalah sebaliknya.
Pemadaman terus terjadi, dan alasan yang diberikan selalu sama: maintenance.
Ini jelas menunjukkan ada yang salah dalam cara PLN melakukan pemeliharaan. Teknologi seperti live-line maintenance yang sudah tersedia seharusnya bisa diadopsi untuk menghindari pemadaman total saat pemeliharaan dilakukan.
Jika PLN terus bergantung pada metode lama, bukan tidak mungkin pemadaman akan terus berlanjut, merugikan warga dan pelaku bisnis di Aceh.
PLN Harus Bertanggung Jawab: Berikan Kompensasi kepada Konsumen
Salah satu langkah yang bisa diambil oleh PLN untuk menunjukkan tanggung jawabnya adalah dengan memberikan kompensasi kepada pelanggan yang terdampak oleh pemadaman listrik.
Pemadaman yang sering kali tak terduga telah menyebabkan banyak warga mengalami kerugian, baik dari segi kenyamanan, kerusakan perangkat elektronik, maupun kerugian finansial di sektor usaha. PLN harus menunjukkan bahwa mereka peduli terhadap konsumennya.
Salah satu bentuk kompensasi yang bisa diberikan adalah pemberian token listrik gratis dan potongan tarif kepada pelanggan di wilayah terdampak.
Meskipun kompensasi ini mungkin tidak bisa sepenuhnya menggantikan kerugian yang dialami warga, setidaknya ini bisa menjadi tanda bahwa PLN mengambil tanggung jawab atas layanan yang tidak memadai.
Di banyak negara, perusahaan listrik memberikan kompensasi dalam bentuk potongan tarif atau subsidi ketika terjadi pemadaman berkepanjangan. Ini adalah standar tanggung jawab yang seharusnya juga diadopsi oleh PLN.
Solusi untuk PLN Aceh: Mengakhiri Era Pemadaman
Jika Aceh ingin maju dan keluar dari statusnya sebagai daerah tertinggal, PLN harus segera berbenah. Beberapa langkah yang bisa diambil adalah:
1. Investasi dalam Teknologi Modern: PLN harus mulai mengadopsi teknologi live-line maintenance, smart grid, otomatisasi agar pemeliharaan dapat dilakukan tanpa perlu mematikan listrik. Ini adalah solusi yang sudah diterapkan di negara-negara maju dan harus segera diterapkan di Aceh.
2. Kompensasi untuk Konsumen: Setiap kali terjadi pemadaman listrik, terutama yang di luar jadwal, PLN harus bertanggung jawab dengan memberikan kompensasi kepada konsumen. Ini bisa dilakukan dengan memberikan token listrik gratis atau potongan tarif sebagai bentuk tanggung jawab terhadap pelayanan yang tidak optimal.
3. Perbaikan Infrastruktur: PLN harus segera memperbaiki infrastruktur kelistrikan di Aceh. Tanpa peningkatan kapasitas jaringan dan sistem distribusi, masalah pemadaman akan terus berlanjut. Inovasi dan migrasi ke sumber energi alternatif juga perlu diperkuat.
4. Inovasi berbasis AI: Kepastian adalah buah adopsi teknologi dan hal ini kini dimungkinkan dengan pesatnya perkembangan teknologi digital khususnya AI (Artificial Intelligence).
PLN perlu mengadopsi teknologi AI yang mampu memprediksi dan memperkecil resiko pemadaman. Informasi yang dihasilkan juga akurat sehingga pelanggan bisa mendapat kepastian informasi terkait pemadaman dan tagihan.
Aceh memiliki potensi besar untuk berkembang, tetapi tanpa keandalan listrik, semua itu akan sia-sia.
PLN harus bertanggung jawab atas kinerja buruknya dan segera mengambil langkah nyata untuk mengakhiri pemadaman yang sudah tidak relevan di era digital ini.
*Penulis adalah Praktisi IT Aceh