Penutupan dan Pemagaran Jalan Kopelma Darussalam Bisa Dipidana
Pasal 41 UU No.5 Tahun 1960 menjelaskan “Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang ini”.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pemegang hak pakai memiliki wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam suatu surat Keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang.
Berdasarkan fakta, pihak manajemen kampus belum bisa menunjukkan surat Keputusan dimaksud. Yang ada hanya selembar sertifikat hak pakai yang tidak menjelaskan wewenang dan kewajiban sebagai pemegang hak pakai.
Sedangkan Surat Keputusan yang memberi hak pakai atas tanah negara, sifatnya subtansi dan menjadi prasyarat dikeluarkannya sertifikat hak pakai.
Saat ini perolehan luas areal kampus, Unsyiah mencapai luasnya mendekati 145 hektare, dari total 181,3 ha. IAIN/UIN memiliki 30 hektare. Sedangkan Dayah Manyang Tgk Chik Pante Kulu tidak memperoleh satu meterpun.
Padahal Unsyiah, IAIN/UIN dan Dayah Manyang Pante Tgk Chik Pante Kulu, ketiganya dilahirkan dan didirikan dalam Komplek Pelajar Mahasiswa Darussalam, termasuk perkampungan Kopelma Darussalam sebagai entitas pemerintahan desa.
Tidak adanya surat keputusan penerimaan hak pakai dari pejabat berwenang (setidaknya sampai saat ini karena belum pernah diperlihatkan), yang kemudian atas tanah negara yang diperuntukkan pembangunan Kopelma Darussalam ditafsirkan oleh manajemen salah satu kampus terbesar sekarang ini sebagai Barang Milik Negara. padahal sebagaimana penjelasan di atas, tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah negara tidak termasuk kelompok Barang Milik Negara.
Hukum tidak boleh ditafsir sendiri. Tafsir resmi hukum terdapat dalam penjelasan. Perbuatan dalam menafsir hukum sendiri, dapat menyebabkan kesalahan dalam pengambil tindakan, seperti pemagaran jalan.