Radikal atau Moderat Menurut Kepentingan
Tapi oleh pihak-pihak tertentu penggiringan opini semakin mengarah kepada umat Islam. Pada akhirnya apa yang disebut sebagai peperangan kepada teror atau “war on terror” tadi berubah menjadi peperangan kepada umat Islam atau Islam (war on Islam).
Inilah sesungguhnya di kemudian hari yang diterjemahkan oleh Donald Trump dalam sebuah kebijakan “Muslim Ban” atau pelarangan orang Islam masuk Amerika. Dimulai dari 7 negara. Tapi tujuannya mengarah kepada pelarangan secara totalitàs orang-orang Islam untuk masuk Amerika.
Pada sisi lain, sejak Bush hingga Trump ada pihak-pihak tertentu yang kemudian dilabeli “muslim moderate”. Pelabelan itu bukan berdasar pada nilai moderasi itu sendiri. Tapi lebih kepada dukung mendukung untuk kepentingan politik global mereka.
Di zaman George W. Bush misalnya, Saudi Arabia dijuluki sebagai negara/bangsa yang moderat. Saya masih ingat bagaimana Pangeran Bandar bin Sultan, Dubes Saudi untuk AS ketika itu begitu akrab dengan Presiden Bush. Padahal dari sekian yang dituduh sebagai pelaku serangan 9/11 mayoritasnya berkebangsaan Saudi Arabia.
Yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa ternyata penilaian radikal dan/atau sebaliknya moderat itu banyak ditentukan oleh kepentingan, termasuk kepentingan politik.
Dan pada akhirnya nilai moderasi atau sebaliknya radikalisme itu terasa kehilangan esensinya.
Hari-hari ini isu radikal kembali ramai dibicarakan. Banyak tokoh agama yang dimasukkan ke dalam deretan ustadz-ustadz radikal. Yang pada umumnya tidak memiliki justifikasi yang jelas.
Beberapa kriteria ustadz radikal yang disampaikan juga terasa remang-remang dan dipaksakan. Satu di antara kriteria itu adalah anti Pancasila. Dalam perspektif nasionalisme, tentu kriteria ini sah-sah saja. Tapi ancaman terhadap Pancasila memangnya hanya dari para ustadz?
Bagaimana dengan mereka yang berpaham komunis yang mengancam ketuhanan? Bagaimana pula dengan para koruptor yang merusak keadilan sosial dan kemanusiaan?
Hal lain bahwa ustadz radikal itu sering mengkafirkan. Mengkafirkan sesama muslim memang dilarang. Bahkan bisa saja yang mengkafirkan itu terjatuh ke dalam kekafiran.