Ada Upaya Gagalkan Satu Pasangan Cagub, Elemen Sipil Sebut DPRA Hambat Pilkada
KIP memiliki tanggung jawab untuk memastikan pelaksanaan Qanun Pilkada dan menjalankan peraturan yang berlaku. Jika KIP tidak mampu melaksanakannya, KIP harus mempertimbangkan untuk meninggalkan qanun yang tidak efektif dan berpegang pada Undang-undang yang lebih tinggi.
Jika tidak siap untuk melaksanakan Qanun Pilkada, sebaiknya tinggalkan qanun tersebut dan tetap berpegang pada Undang-undang Pilkada serta PKPU yang dikeluarkan KPU RI. Jika tidak, KIP berisiko diberhentikan karena dianggap tidak mampu menjalankan perundang-undangan.
“Peraturan perundang-undangan ini harus dijalankan secara absolut oleh KIP Aceh. Ini menjadi dilema, karena kita melihat DPRA dan KIP seperti anak-anak dalam konteks kontestasi pemilihan. Biarkan rakyat memilih pasangan calon yang mereka inginkan, tanpa ada upaya menjegal proses pemilihan. Tindakan ini sangat memalukan, dan seharusnya lembaga negara, dalam hal ini DPRA, lebih fokus pada kepentingan nasional dan Aceh secara keseluruhan.
Kami siap menghadapi hasil penetapan pasangan calon pada 22 September 2024,” ujarnya.
Jika kedua pasangan dinyatakan memenuhi syarat untuk ikut serta dalam pemilihan, elemen sipil Aceh akan menyerahkan keputusan kepada rakyat untuk memilih.
“Namun, jika hanya satu pasangan yang memenuhi syarat akibat rekayasa, elemen sipil akan memilih untuk mendukung “tong kosong” yang insya Allah akan menang di Aceh,” pungkas Zulfikar Muhammad, Juru Bicara, Jubir Elemen Sipil Aceh.