INFOACEH.NET, BANDA ACEH — Illiza Sa’aduddin Djamal secara resmi kembali mendaftarkan diri sebagai bakal calon wali kota Banda Aceh ke Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Banda Aceh, Rabu (28/8/2024).
Di Pilkada Kota Banda Aceh 2024, Illiza berpasangan dengan Afdhal Khalilullah Mukhlis, anak muda berusia 35 tahun yang juga mantan Ketua KNPI Banda Aceh.
Kali ini, Illiza diusung oleh tiga partai politik, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Golongan Karya (Golkar)
Sebelumnya pada Pilkada Banda Aceh 2017, Illiza yang berpasangan dengan Farid Nyak Umar sempat dihajar dengan isu penolakan pemimpin perempuan sehingga keok melawan pasangan Aminullah Usman-Zainal Arifin kala itu.
Kini, Illiza yang kembali maju dalam kontestasi Pilkada Banda Aceh, mengaku tidak gentar dan goyah dengan isu penolakan pemimpin perempuan yang yang kembali digulirkan oleh lawan-lawan politiknya untuk menghadang langkah Illiza, tokoh perempuan Aceh yang saat ini merupakan Anggota Komisi X DPR RI asal Aceh.
Mengenai isu larangan perempuan menjadi pemimpin yang sempat menerpanya saat Pilkada 2017, Illiza menegaskan bahwa kali ini masyarakat Banda Aceh sudah lebih cerdas dalam menyikapi berbagai isu-isu macam itu.
Dia optimistis bahwa lebih dari 60 persen masyarakat tidak akan terprovokasi oleh isu tersebut.
Menurut Illiza, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh dan MPU Provinsi Aceh tidak pernah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan perempuan menjadi pemimpin di level wali kota.
“Jika saya sebagai tidak boleh jadi pemimpin dan maju calon wali kota, maka kepala dinas atau kepala sekolah pun tidak boleh,” tegasnya.
Sebelumnya, Partai Adil Sejahtera (PAS) Aceh yang mendukung pasangan Aminullah Usman – Isnaini Husda di Pilkada Banda Aceh 2024, secara resmi menyatakan bahwa mereka tidak akan mendukung dan mengusung perempuan sebagai calon kepala daerah dalam Pilkada 2024.
Penegasan PAS Aceh ini sejalan dengan pandangan ulama kharismatik Aceh, Syekh Tgk H Hasanoel Bashri HG atau yang akrab disapa Abu Mudi.
Dalam sebuah penjelasan, Abu Mudi mengutip ayat Al-Qur’an yang menyatakan, “Arrijalu qawwamuna ‘alannisa’,” yang bermakna lelaki adalah pemimpin bagi perempuan.
Abu Mudi menjelaskan, dalam Islam, seorang pemimpin haruslah seorang lelaki yang merdeka, berakal, sehat jasmani, dan memiliki kemampuan yang memadai.
“Ureung Agam yang mengurus ureung inong (lelaki yang memimpin perempuan),” tegas Abu Mudi, merujuk pada pandangan agama yang menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah peran yang seharusnya diemban oleh seorang lelaki, bukan perempuan.
Lebih lanjut, Abu Mudi menekankan seorang perempuan yang mencalonkan diri sebagai pemimpin, baik dalam tingkat daerah maupun lainnya, dianggap telah melakukan dosa.
“Ureung inong meunyoe kageucalon ka dipeubeut desya,” ujar Abu Mudi, yang bermakna bahwa perempuan yang mencalonkan diri sebagai pemimpin telah melakukan perbuatan yang tidak sah menurut hukum agama, sehingga baik yang mencalonkan, memilih, maupun melantik, semuanya dianggap turut berdosa.
Pandangan ini, menurut Abu Mudi, diambil dari berbagai kitab yang menjadi rujukan dalam ajaran Islam, yang menyebutkan syarat-syarat bagi seseorang untuk menjadi pemimpin.
Hal ini kemudian menjadi acuan bagi Partai PAS dalam menentukan langkah politik mereka untuk tidak mengusung perempuan sebagai calon kepala daerah.
Dengan dasar pandangan ulama ini, Partai PAS merasa keputusan mereka sudah sesuai dengan nilai-nilai agama yang dianut mayoritas masyarakat Aceh.
Mereka yakin keputusan tersebut akan mendukung terciptanya pemerintahan yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Meskipun demikian, keputusan Partai PAS ini tentu saja akan memunculkan berbagai reaksi dari masyarakat, terutama dari kalangan yang memperjuangkan kesetaraan gender.
Namun, PAS Aceh tetap teguh dengan pendirian mereka, mengutamakan panduan dari ajaran agama sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan politik.
Keputusan PAS Aceh untuk tidak mengusung perempuan sebagai calon kepala daerah menandai komitmen partai tersebut untuk tetap berada dalam koridor syariat Islam, yang menurut mereka, merupakan langkah terbaik dalam menghadapi Pilkada serentak November mendatang.