DPRK Aceh Besar Siap Bersinergi dengan Bupati Terpilih dari Jalur Independen
Infoaceh.net, JANTHO — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Besar Abdul Muchti menegaskan komitmen lembaga yang dipimpinnya siap bersinergi dengan Bupati/Wakil Bupati Aceh Besar terpilih di Pilkada 2024 dari jalur independen.
Penegasan itu menyangkut ditetapkan pasangan calon (Paslon) 01 Muharram Idris (Syech Muharram) – Syukri A. Jalil sebagai Bupati/Wakil Bupati terpilih Aceh Besar periode 2025-20230.
Penetapan berlangsung, Senin (2/12/2024) melalui rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pilkada 2024 oleh KIP Aceh Besar.
Pasangan Syech Muharram-Syukri meraih suara terbanyak 73.673 suara, mengungguli tiga lawannya, Musanif-Sanusi Hasyim, Mukhlis Basyah-Jazuli dan Mawardi Ali-Irawan Abdullah.
Seperti diketahui, paslon Syech Muharram-Syukri maju ke kursi puncak Pemkab Aceh Besar melalui jalur non partai atau jalur independen (perseorangan).
Dengan kata lain, paslon 01 di Pilkada Aceh Besar itu langsung diusung oleh rakyat, bukan dicalonkan melalui partai.
Menurut Muchti, siapa pun yang terpilih sebagai bupati, tak ada persoalan, tinggal bagaimana menyatukan niat dan langkah untuk membangun daerah.
“Bagaimanapun, kontestasi politik telah selesai dengan elegan. Kini tiba saatnya untuk bahu membahu membangun Aceh Besar, tanpa memandang kepentingan politik, kelompok atau bahkan personal,” tutur Muchti, Rabu (4/12).
Ditambahkan, lembaga legislatif, tanpa memandang muasal partai politik di parlemen, tetap punya keinginan berkolaborasi dan bersinergi dengan eksekutif untuk membangun daerah.
“Saya pikir itu hal wajar dan menjadi dambaan rakyat. Sebagai representasi dari pemegang amanah rakyat untuk duduk di parlemen, tentu kami juga punya tanggungjawab moral dan cita-cita luhur untuk mensejahterakan rakyat Aceh Besar,” tandas Muchti.
Ditambahkannya, sebagai pemegang mandat rakyat, pihaknya juga sadar sepenuhnya untuk tidak mengeluarkan klaim kontraproduktif dalam kemitraan eksekutif dan legislatif di Aceh Besar.
Misalnya dengan statemen tidak ada partai politik, eksekutif tak bisa bekerja. “Ini terlalu naif dalam sebuah pemerintahan yang menjunjung tinggi etika berdemokrasi. Intinya kolaborasi dan sinergi kita dengan eksekutif adalah sebuah keniscayaan, karena ini kepentingan daerah, bukan kepentingan pribadi, kelompok atau bahkan partai politik sekalipun. Kita tak pernah melihat hasil dari kontestasi itu berasal dari jalur politik atau perseorangan,” kata Muchti.
