Isu Perempuan ‘Haram’ Jadi Pemimpin Tak Mempan Lagi Hadang Laju Illiza Kembali ke Balai Kota
Abu Mudi menjelaskan, dalam Islam, seorang pemimpin haruslah seorang lelaki yang merdeka, berakal, sehat jasmani, dan memiliki kemampuan yang memadai.
“Ureung Agam yang mengurus ureung inong (lelaki yang memimpin perempuan),” tegas Abu Mudi, merujuk pada pandangan agama yang menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah peran yang seharusnya diemban oleh seorang lelaki, bukan perempuan.
Lebih lanjut, Abu Mudi menekankan seorang perempuan yang mencalonkan diri sebagai pemimpin, baik dalam tingkat daerah maupun lainnya, dianggap telah melakukan dosa.
“Ureung inong meunyoe kageucalon ka dipeubeut desya,” ujar Abu Mudi, yang bermakna bahwa perempuan yang mencalonkan diri sebagai pemimpin telah melakukan perbuatan yang tidak sah menurut hukum agama, sehingga baik yang mencalonkan, memilih, maupun melantik, semuanya dianggap turut berdosa.
Pandangan ini, menurut Abu Mudi, diambil dari berbagai kitab yang menjadi rujukan dalam ajaran Islam, yang menyebutkan syarat-syarat bagi seseorang untuk menjadi pemimpin
Pernyataan itu berkembang menjadi narasi yang dikaitkan dengan konteks pilkada Banda Aceh pada 2017 untuk menghadang Illiza Sa’aduddin Djamal.
Saat itu, narasi tersebut dicetak dalam bentuk spanduk dan poster yang dipasang di perempatan jalan, di tiang listrik, di mana-mana, dengan foto Abu Mudi.
Pada saat itu, tak ada yang berhasil melawan narasi tersebut. Gerakan perempuan bahkan disebut “tiarap” menghadapinya.
Pada saat itu, ada ulama ternama Aceh lainnya yang menyuarakan bahwa perempuan boleh menjadi pemimpin. Salah satunya adalah almarhum Tgk Muhammad Amin atau Abu Tumin Blang Blahdeh, yang juga dikenal luas oleh masyarakat Aceh.
Isu tolak pemimpin perempuan tersebut kemudian lenyap selepas momen pilkada.
Namun, menjelang Pilkada 2024, narasi yang sama kembali bergaung. Pernyataan Abu Mudi lagi-lagi dikaitkan dengan konteks pilkada.
Lagi-lagi muncul perang narasi soal boleh atau tidaknya perempuan menjadi pemimpin. Setidaknya itu yang terlihat disebarluaskan lewat media sosial.
Beragam komentar bernada sama juga muncul. Antara lain menyatakan bahwa di Al-Qur’an “sudah tertulis kalau kaum perempuan tidak boleh menjadi pemimpin”.