Jika Terbukti Lakukan Politik Uang, Paslon Harus Dicoret dari Peserta Pilkada Banda Aceh
Infoaceh.net, Banda Aceh — Memasuki masa tenang menjelang pemilihan Wali Kota/Wakil Wali Kota Banda Aceh pada Rabu, 27 November 2024, masyarakat Banda Aceh diresahkan dengan isu dugaan praktik money politic atau politik uang yang dilakukan oleh salah satu pasangan calon (paslon).
Dugaan ini mencuat setelah beredarnya amplop berisi uang dua lembar pecahan Rp 100 ribu bersama foto paslon wali kota Banda Aceh.
Verri Al-Buchari, Koordinator GERAM (Gerakan Rakyat Aceh Menggugat) mengatakan, money politic adalah perbuatan kotor, dan yang melakukannya adalah para politisi kotor dan dilakukan dengan cara-cara kotor.
“GERAM mengecam keras praktik money politic yang mencederai nilai-nilai demokrasi dan moral masyarakat. Praktik ini tidak hanya melanggar undang-undang, tetapi juga bertentangan dengan ajaran Islam,” ujar Verri Al-Buchari, Selasa (26/11).
Dalam Undang-undang Pemilu pasal 280, juga ditegaskan peserta pemilu/pilkada dan tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.
Selanjutnya di pasal 284 dinyatakan apabila terbukti peserta dan tim kampanye pemilu melakukan pelanggaran itu, maka dapat dikenai sanksi.
Selain ancaman hukuman pidana, juga diberikan sanksi bagi pelaksana kampanye berupa pembatalan keikutsertaannya sebagai konstestan pemilu.
Karenanya, Geram mendesak Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Banda Aceh untuk segera menyelidiki kasus ini dengan transparan dan akuntabel. Jika bukti cukup ditemukan, Panwaslih harus memberikan rekomendasi tegas kepada KIP Banda Aceh dan penyelenggara pilkada untuk membatalkan pencalonan pasangan yang terbukti melakukan praktik kotor ini.
“Tindakan tegas ini harus diambil demi menjaga marwah Kota Banda Aceh sebagai kota yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islami,” tegas Verri.
GERAM juga meminta aparat penegak hukum harus gerak cepat untuk memberantas praktik money politic yang semakin meresahkan masyarakat.
Praktik ini telah berulang kali terjadi dalam berbagai momentum politik, namun sering luput dari pengawasan atau tindakan tegas.