BANDA ACEH — Pernyataan Tim Kampanye Nasional (TKN) Fanta Prabowo-Gibran, Kamis (18/1) yang menyebutkan sulit bagi pasangan Prabowo-Gibran menang di Aceh karena ada politik identitas dibantah oleh Jubir Darat Pasangan Anies Baswedan- Muhaimin Iskandar (AMIN) Aceh.
“Pernyataan itu menunjukkan minimnya literasi politik dan tak relevan dalam kontestasi kekinian masyarakat Aceh,” ujar Jubir Darat AMIN, Azwir Nazar alias Tgk Turki dalam keterangannya, Jum’at (19/1).
Azwir menjelaskan, meski sebagai daerah post conflict dan post disaster, masyarakat Aceh ini sangat melek politik dan rasional dalam menentukan preferensi pilihan politik.
“Termasuk untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024,” sebut alumni Master Komunikasi Politik UI tersebut.
“Kenapa dulu pak Amien Rais, Pak SBY dan Prabowo periode lalu bisa menang telak di Aceh? Apakah mereka menggunakan politik identitas? Jawaban tentu tidak,” ungkap Azwir Nazar.
Amien Rais pada Pilpres 2004 saat itu dipandang sebagai simbol reformasi dan pada Pilpres 2009 SBY dinilai sebagai Bapak perdamaian, maka mereka menang mutlak di Aceh kala itu
5 tahun lalu atau Pilpres 2019 rakyat Aceh juga menaruh perhatian pada Prabowo Subianto, tapi akhirnya Prabowo justru memilih bergabung dan menikmati dengan lahap kekuasaan bersama Jokowi.
“Bagaimana dengan masyarakat Aceh dan rakyat Indonesia yang rela berkorban sampai memilih beliau? Lalu setelah 5 tahun kini datang lagi tanpa rasa bersalah dan meminta dukungan. Ya kan rakyat akan bilang sorry ya…” sambungnya.
Menurut Azwir kalau rakyat Aceh pada Pilpres 2024 akan memilih paslon AMIN itu hak masyarakat Aceh, karena mayoritas masyarakat menginginkan perubahan.
“Tidak saja perubahan bagi Aceh tapi juga bagi bangsa dan negara kita, ” sebut Caleg DPRA dari PKB ini.
Seharusnya, lanjut Azwir, Komandan Fanta (Pemilih Muda) TKN Prabowo-Gibran, Arief Rosyid Hasan harus lebih kreatif merancang strategi komunikasi pemenangan dalam memperluas masyarakat Aceh.
Jangan justru membangun stigma negatif dengan menyebut Aceh dengan politik identitas.
“Ini sangat menyakiti perasaan masyarakat Aceh yang hidup damai dan kosmopolit sejak dahulu,” sebut alumni Hacettepe Universitas Ankara, Turki itu.
“Ya, semua muslim ingin bersujud di surga donk, masa mau joget joget di neraka,” pungkas mantan Presiden Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Turki ini. (IA)