BANDA ACEH — Wacana revisi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Pemerintah Aceh (UUPA) terus bergulir, bahkan penyusunan draf revisi UUPA tersebut kini sedang dilaksanakan oleh DPRA dan direncanakan akan diserahkan bulan depan ke pemerintah pusat.
Mantan Pangdam Iskandar Muda (IM) Mayjen TNI (Purn) Teuku Abdul Hafil Fuddin mengatakan, saat ini UUPA tidak perlu dilakukan revisi, namun yang harus dilakukan adalah mempertegas implementasi dari setiap pasal dalam UUPA yang belum direalisasikan.
“Ada beberapa qanun dan Peraturan Pemerintah (PP) yang masih belum selesai,” kata pensiunan jenderal TNI bintang dua kelahiran Aceh itu.
Menurut Abdul Hafil Fuddin, melakukan revisi UUPA tersebut tidak mudah, harus ada kekuatan yang mengamankan di parlemen DPR RI.
Kalau tidak, bisa-bisa nantinya dikhawatirkan ada pasal yang akan hilang, karena pada saat itu UUPA lahir dalam perjuangan dan ada tekanan dari masyarakat Aceh, namun sekarang dinamika perjuangan tentu akan berbeda.
“Siapa yang mampu mengamankan revisi UUPA agar sesuai dengan harapan rakyat Aceh dan amanah MoU Helsinki?,” tanya Hafil Fuddin.
Dia juga mengatakan pengalamannya ketika bertugas di Kemenko Polhukam, dimana merevisi sebuah UU tidaklah mudah karena melibatkan seluruh kementerian dan lembaga dalam penyusunannya, bukan hanya DPR RI saja.
“Saat ini yang harus dilakukan dilakukan sebenarnya buat tim Ad Hoc pengamanan implementasi UUPA, banyak pasal yang belum ada turunannya baik Qanum maupun PP,” tegasnya.
Menurut putera asal Aceh Selatan itu, UUPA saat ini sudah sangat kuat untuk Pemerintah Aceh.
“Jadi, yang harus kita lakukan tim yang dibentuk yakni harus mampu mendorong pemerintah pusat mempertegas kekhususan Aceh dalam UUPA yang sudah ada, perlu diingat UUPA tersebut bukan hanya untuk DPRA tetapi untuk Pemerintah Aceh,” katanya.
Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa UUPA yang sekarang ini sudah lumayan baik, kalaupun ada kekurangan tinggal dipertegas dalam qanun atau peraturan pemerintah(PP).
“Ingat, lahirnya UUPA merupakan penjabaran dari MoU Helsinki. Jadi ada nilai-nilai perjuangan rakyat Aceh yang tidak boleh dilupakan, dan harus dipertahankan. Bahaya kalau kita tidak bisa mengamankan, kekuatan kita hanya 13 orang di DPR RI,” lanjutnya.
Makanya Aceh harus belajar dari revisi UU Nomor 21 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
“Belajar dari Papua, UU Otsus Papua tidak direvisi. Tapi dana Otsusnya yang perlu diperpanjang. Hal itu sah-sah saja dapat dilakukan melalui Inpres perubahan UU Otsus Papua karena adanya pembentukan provinsi baru. Jadi, menurut saya UUPA tidak perlu direvisi tapi perpanjangan dana Otsus dapat dilakukan dengan Inpres, makanya perlu tim yang kuat untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah pusat,” tutupnya. (IA)