BANDA ACEH — Saat ini para ketua partai politik nasional (Parnas) di Aceh sedang berlomba dan berebut untuk bisa menjadi calon wakil gubernur (Cawagub) pendamping Muzakir Manaf atau Mualem yang menjadi calon gubernur (cagub) yang diusung Partai Aceh dalam Pilkada 2024.
Menurut penilaian pengamat politik dan kebijakan publik Aceh Dr Nasrul Zaman ST MKes, fenomena berebutnya ketua partai politik nasional di Aceh untuk menjadi calon wakil gubernur pendamping Mualem ini sebenarnya mencemaskan sekaligus memalukan.
“Karena ini mengindikasikan bahwa sanya para ketua partai nasional itu tidak pantas menjadi ketua partai sekalipun,” ujar Nasrul Zaman dalam pernyataannya, Senin (6/5).
Sehingga masyarakat perlu bertanya bagaimana mekanisme rekrutmen mereka sebelumnya karena sudah selayaknya menjadi ketua partai atau pimpinan partai politik maka jabatan politik tertinggi itu harus menjadi tujuan bukan menjadi pengikut yang menawarkan diri pula.
“Ini memalukan menurut saya dan ini juga kalau kita cermati telah terjadi proses pengkaderan pimpinan partai politik yang berlangsung kurang baik atau jauh dari sikap fair,” ungkapnya.
Lihat saja para ketua partai tersebut ini umumnya belum ditemukan ada pemuda-pemuda yang kemudian didorong oleh orang-orang partai politik menjadi pimpinannya.
“Tidak ada yang di bawah umur 40 tahun, semua di atas 50 dan ini sebenarnya mencemaskan bagi Aceh, juga mencemaskan Indonesia secara keseluruhan.
Begitu seorang partai politik menyatakan dia bersiap menjadi wakil, ini sebenarnya pengumuman dan mempublikasikan bahwa dia memang tidak pantas menjadi gubernur sekaligus menjadi wakil gubernur.
Bagaimana pantas seorang politisi mendown-grade dirinya sendiri.
“Harusnya mereka berebut menjadi gubernur kalau kemudian posisi terakhir hanya menjadi wakil gubernur itu sesuatu yang wajar dan lumrah bukan tiba-tiba, dan ujung-ujungnya meminta jadi wakil orang pula. Ini tentu memalukan,” pungkasnya. (IA)