BANDA ACEH – DPP Partai Nanggroe Aceh (PNA) hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Bireuen tahun 2019 yang diketuai Samsul Bahri Bin Amiren atau Tiyong kali ini menumpuh jalur hukum dengan menggugat Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) Aceh ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh, Senin (14/2).
Upaya tersebut dilakukan setelah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly menguatkan keputusan Kanwil Kemenkumham Aceh yang pada pokoknya tidak dapat mengesahkan perubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta kepengurusan DPP PNA hasil KLB.
Tim Kuasa Hukum DPP PNA KLB diwakili Imran Mahfudi SH mengatakan, gugatan tersebut didaftarkan secara e-court dan telah teregister dengan nomor perkara 6/G/2022/PTUN.BNA.
“Gugatan ini diajukan karena kita menilai sikap Kanwil Kemenkumham Aceh yang menolak mengesahkan AD/ART dan Kepengurusan DPP PNA hasil KLB tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik,” katanya memberi alasan.
Imran menguraikan kronologi DPP PNA hasil KLB yang dipimpin Samsul Bahri Bin Amiren alias Tiyong telah mendaftar permohonan perubahan AD/ART dan kepengurusan ke Kanwil Kemenkumham Aceh pada 30 September 2019 dan seluruh dokumen persyaratan yang diminta telah dipenuhi.
“Tapi dikarenakan ada gugatan sengketa kepengurusan yang diajukan oleh Irwandi Yusuf ke Pengadilan Negeri Banda Aceh, Kanwil Kemenkumham Aceh saat itu belum bersedia menerbitkan keputusan karena masih ada sengketa kepengurusan,” terangnya.
Namun, sambung Imran, setelah gugatan Irwandi Yusuf telah berkekuatan hukum tetap berdasarkan putusan Mahkamah Agung, pihak Kanwil Kemenkumham juga tidak bersedia menerbitkan keputusan dengan alasan putusan Mahkamah Agung tidak menyelesaikan perselisihan.
Bahkan yang lebih mengherankan, tambah Imran, alasan yang disampaikan oleh Kanwil Kemenkumham Aceh pada 6 Desember 2021 melalui surat Nomor W.1.AH.11.03-877 menyatakan bahwa Kanwil Kemenkumham Aceh tidak dapat mengabulkan permohonan yang diajukan karena pelaksanaan KLB PNA dianggap tidak sesuai dengan AD/ART Partai.
“Setelah dua tahun lebih sejak didaftarkan, baru pada 6 Desember 2022 Kanwil Kemenkumham Aceh menegaskan pelaksaan KLB tidak sesuai dengan AD/ART Partai, dan ternyata verifikasi faktual atas permohonan baru dilakukan pada 20 April 2021,” ungkap Imran lagi.
Imran menilai Kanwil Kemenkumham Aceh telah bersikap tidak netral dalam konflik PNA.
“Hal ini terlihat dari sikapnya yang tidak konsisten dan bahkan ketidaknetralannya semakin terlihat pada saat kami sedang mengajukan upaya administratif berupa keberatan dan banding, tapi justru Kanwil Kemenkumham menerbitkan SK perubahan kepengurusan yang diajukan oleh Irwandi Yusuf,” beber Imran.
“Kami berkesimpulan setidaknya Kanwil Kemenkumham Aceh, dalam penolakan permohonan yang dijakukan oleh DPP PNA hasil KLB telah melanggar asas kepastian hukum, asas ketidakberpihakan dan asas kecermatan,” pungkas Imran. (IA)