ACEH UTARA — Kesimpulan mubahatsah (kajian) ilmiah para ulama Aceh yang diselenggarakan Majelis Pengajian Tasawuf Tauhid dan Fiqh (Tastafi) Aceh Utara di Dayah Babussalam Matangkuli menegaskan, bahwa masjid lama yang ditinggalkan karena pembangunan masjid baru wajib dilestarikan.
Kesimpulan hasil mubahatsah Tastafi ke 5 ini dikeluarkan setelah ditashih oleh lima ulama senior Aceh seusai berlangsungnya acara mubahatsah pada Rabu (7/4).
Kelima ulama senior yang terlibat sebagai pentashih yaitu Tgk H Abdul Manan Ahmad (Abu Manan Blang jruen), Abi Ja’far Lhok nibong, Drs Tgk H Daud Hasbi MAg (Abi Daud Hasbi), Tgk Nuruddin (Abati Buloh) dan Tgk H Muhammad Amin Daud (Ayah Cot Trueng) yang merupakan Ketua Umum Majelis Tastafi Aceh.
Dalam kesimpulan lengkap hasil mubahatsah ini, pada poin pertama dijelaskan, membangun mesjid baru (dengan meninggalkan masjid lama) dibolehkan.
Kecuali jika (membangun masjid baru ini) bertujuan untuk membanggakan diri, riya, sum’ah atau maksud lain yang bukan karena Allah dan bukan hajat masjid atau dibangun dengan harta haram.
Pada poin kedua dijelaskan, masjid lama yang ditinggalkan (karena membangun masjid baru) wajib dilestarikan.
Sementara pada poin ketiga disebutkan, yang bertanggung jawab melestarikan masjid lama adalah nazir. Sementara jika tidak ada nazir maka tugas pelestarian itu tugas pemerintah. Adapun jika pemerintah tidak merawatnya maka wajib bagi muslimin untuk membentuk panitia untuk merawatnya.
Pada poin keempat, dijelaskan hukum menelantarkan masjid adalah haram seperti harta wakaf lainnya. Selanjutnya pada poin kelima disebutkan bahwa termasuk ke dalam menelantarkan masjid antara lain yaitu : a. Tidak menunjuk pengelola masjid. b. Tidak mengurus atau mengelola masjid dan asenya secara mestinya.
Pada poin keenam dijelaskan, aset masjid lama tidak dibolehkan untuk dialihkan ke masjid lain kecuali masjid lama tidak bisa difungsikan lagi. Terakhir, pada poin ketujuh ditegaskan, tanah bekas bangunan masjid wajib dijaga dan masih berlaku hukum masjid baginya.
Selain menghadirkan para ulama senior, mubahatsah ke 5 Majelis Tastafi ini juga menghadirkan sejumlah ulama muda yang juga berperan sebagai mubahis (pembahas) seperti Abi H Muhammad Baidhawi, Tgk Syahrial Caleue, Tgk Dr Hasbullah A Wahab, Tgk Rizwan H Ali MA, Tgk Mursyidi, Tgk Dr Muntasir, Tgk Taufik Yacob, Tgk Dr A Manan, Tgk Dr Safriadi, Tgk Sulaiman, Abah Zarkasyi dan lainnya.
Ketua Tastafi Aceh Utara Tgk H Sirajuddin Hanafi yang juga pimpinan Dayah Babussalam Al-Hanafiyah Matangkuli selaku tuan rumah dalam sambutannya mengatakan, acara mubahatsah dengan tema yang dibahas hari ini merupakan usulan dari masyarakat.
Dalam sambutannya saat penutupan mubahatsah, ulama yang akrab disapa Waled Sirajuddin ini juga menyampaikan periode kepengurusannya dalam Majelis Tastafi Aceh Utara ini akan berakhir Oktober 2021.
“Oleh sebab itu saya sangat mengharapkan ke depan dapat lahir ketua baru dan kami siap untuk memperkuat setiap kegiatan Majelis Tastafi,” ujar Waled Sirajuddin didampingi Sekretaris Tastafi Aceh Utara Tgk H Zulfadli Landeng.
Selain presentasi makalah yang telah disiapkan, para mubahis (pembahas) acara ini saling mengeluarkan pendapat dengan penuh adab dan mengambil referensi dari berbagai kitab-kitab turast (klasik) dan kitab-kitab ulama kontemporer.
Selain menghadirkan seratusan undangan dari luar, acara mubahatsah Tastafi di Dayah Babussalam Matangkuli ini juga dihadiri dua ribuan santri. Ikut hadir Wakil Bupati Aceh Utara dan Dr. Iskandar Zulkarnaen dari Unimal. (IA)