ACEH BESAR— Keistimewaan bulan Rajab terletak pada peristiwa besar Israk dan Mi’raj Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Peristiwa tersebut terjadi pada 27 bulan Rajab tahun 10 kenabian atau 620 Masehi. Itulah momen perjalanan Rasulullah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha lalu menuju ke Sidratul Muntaha.
Pimpinan Majelis Zikir Zawiyah Nurun Nabi Ustaz Zamhuri Ramli SQ MA menyampaikan hal tersebut dalam khutbah Jum’at di Masjid Jamik Buengcala Kecamatan Kuta Baro, tanggal 12 Januari 2024 bertepatan 30 Jumadil Akhir 1445 Hijriah.
Menurut Ustaz Zamhuri, bulan Rajab memiliki keutamaan lebih di atas bulan-bulan pada umumnya.
Ia adalah momen untuk meningkatkan kualitas diri, baik tentang kedekatan kepada Allah (taqarrub ilallâh) maupun perbuatan baik (amal saleh) kepada sesama.
Ustaz Zamhuri menguraikan, dari peristiwa Israk dan Mi’raj, umat Islam menerima perintah shalat lima waktu. Maka, dengan semangat memasuki bulan Rajab, kita jadikan momentum ini untuk menjaga dan meningkatkan kualitas shalat, dengan melaksanakan shalat tepat waktu dan secara berjama’ah.
Begitu agungnya perintah shalat, sehingga Rasulullah bersabda, “Perkara yang pertama sekali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik, maka seluruh amalnya pun baik. Apabila shalatnya buruk, maka seluruh amalnya pun buruk. (HR. Thabrani).
Allah menjadikan bulan Rajab salah satu bulan haram atau bulan suci yang dimuliakan, sebagaimana Allah berfirman dalam surah At-Taubah ayat 36, “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.” (QS. At-Taubah [9]:36).
“Bulan haram adalah empat bulan mulia di luar Ramadhan, yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Disebut bulan haram, karena pada bulan-bulan tersebut pahala ibadah umat Islam dilipatgandakan oleh Allah,” tegas Imam Rawatin Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh ini.
Ustaz Zamhuri menambahkan, memang ada beberapa hadits yang dikategorikan dhaif yang menjelaskan secara eksplisit tentang gambaran pahala amalan-amalan tertentu pada bulan Rajab. Namun demikian, bukan berarti tidak ada keutamaan menjalankan ibadah, misalnya puasa, dalam bulan Rajab.
Justru puasa menjadi istimewa, karena dilakukan pada bulan istimewa. Hanya saja, seberapa besar pahala yang akan didapat, hanya Allah yang tahu.
Tugas hamba adalah menghambakan diri kepada Allah dan seyogyanya murni beribadah demi mengharapkan ridha Allah.
Dalam hadits riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad dikatakan, “Berpuasalah pada bulan-bulan haram.” Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumid-Din menyatakan, kesunnahan berpuasa menjadi kian bernilai bila dilakukan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan, dan tiap pekan.
“Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan, bahwa Rajab masuk dalam kategori al-asyhur al-fadhilah, di samping Dzulhijjah, Muharram dan Sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum, di samping Dzulqa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram,” pungkasnya. (IA)