INFOACEH.NET, ACEH BESAR — Pemimpin adalah teladan dan cermin bagi umat, maka jawablah kerinduan umat akan sosok pemimpin yang ideal, yaitu pemimpin peduli, peka, dan kreatif.
Dengan demikian, pilkada mendatang diharapkan melahirkan pemimpin yang membawa Aceh menuju baldatun Thoyyibatun wa rabbun ghafur.
Pimpinan LPI Al Anshar Lambaro, Aceh Besar Tgk Akmal Abzal menyampaikan hal itu dalam khutbah Jum’at Mesjid Besar Lambaro Angan Kecamatan Darussalam Aceh Besar, 15 November 2024 bertepatan dengan 13 Jumadil Awwal 1446 Hijriah.
Menurut Tgk Akmal, pergantian pemimpin di negeri ini menjadi ritual lima tahunan yang menguras energi, biaya dan tenaga.
Sayangnya, pesta demokrasi sering meninggalkan jejak negatif dalam kehidupan sosial keumatan. Alih-alih membawa perbaikan, kehadiran pemimpin baru justru kerap menambah masalah dan beban bagi rakyat.
“Fenomena ini tampak nyata setelah pemilu dan pilkada, ketidakadilan, kesenjangan sosial, serta polarisasi yang terus mengkristal akibat perbedaan pilihan politik,” ungkapnya.
Tgk Akmal menambahkan, Islam tidak mengharamkan sistem pemilihan kepala daerah dalam demokrasi. Namun, perilaku calon dan pemilih saat ini sering mencederai nilai-nilai agama.
Demi kekuasaan, segala cara dihalalkan. Norma, budaya dan agama terabaikan.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
“Atas dasar ini, setiap calon pemimpin hendaknya menjadikan jabatan sebagai ibadah dan pengabdian. Niat tersebut akan mengantarkan mereka menjadi pemimpin yang sejati,” ujarnya.
Ia menegaskan, tidak perlu bersusah payah menciptakan gaya kepemimpinan baru dalam memimpin negeri dengan keragaman budaya dan karakter. Cukuplah meneladani Baginda Nabi Muhammad SAW.
Allah SWT telah menegaskan dalam QS Al-Ahzab ayat 21: “Sungguh, pada (diri) Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik bagi kalian, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.”
Tgk Akmal menjelaskan, meskipun Rasulullah telah lama meninggalkan umatnya, warisan kepemimpinannya tetap relevan lintas zaman.
Empat karakteristik utama Rasulullah SAW menjadi pedoman penting dalam mewujudkan pemimpin ideal yaitu siddiq (benar), amanah (dipercaya), tabligh (menyampaikan), serta fathanah (cerdas).
Sifat pertama, siddiq (benar). Sifat ini menuntut pemimpin konsisten antara ucapan dan tindakan. Jangan beri rakyat harapan palsu (PHP). Umat semakin cerdas menilai pemimpinnya.
Mereka menginginkan kepala daerah yang memenuhi janji, bukan sekadar menebar janji baru tanpa realisasi.
Kedua, amanah (dipercaya). Amanah adalah ujian integritas seorang pemimpin. Sejauh mana kepercayaan rakyat diemban dengan adil dan tepat? Pemimpin yang berpihak pada agama, kaum lemah dan minoritas adalah harapan umat.
“Sebaliknya, kolusi, nepotisme, dan keberpihakan pada pemilik modal adalah aib yang merusak martabat kepemimpinan,” urainya.
Ketiga, tabligh (menyampaikan). Transparansi dalam mengelola amanah menjadi kunci keberhasilan. Rasulullah selalu melibatkan para sahabat dalam bermusyawarah untuk mencari solusi. Pemimpin yang baik tidak menjalankan roda pemerintahan seorang diri.
“Melibatkan ulama, akademisi, pengusaha, politisi, dan masyarakat adalah strategi bijak untuk membangun partisipasi menuju kepemimpinan yang transparan,” tambah Tgk Akmal.
Keempat, fathanah (cerdas). Pemimpin harus memiliki wawasan dan intelektualitas yang mumpuni. Kecerdasan menjadi modal utama dalam menjalankan amanah.
“Di Aceh, sering terdengar ungkapan di warung kopi, pemimpin bukan hanya harus pandai, tapi juga pandai-pandai,” artinya, ia harus cerdas, bijaksana, dan mampu memahami situasi yang kompleks,” pungkasnya. (Sayed M Husen)