BANDA ACEH — Setiap bulan Desember mengingatkan masyarakat Aceh dan dunia dengan peristiwa dahsyat gempa dan tsunami 26 Desember 2004 atau bertepatan dengan 14 Dzulqaidah 1425 Hijriah.
Musibah tsunami Aceh begitu dahsyat sulit diungkap dengan kata-kata, yang telah meninggalkan duka dan luka mendalam tidak hanya bagi Aceh, tetapi juga bagi dunia. Solidaritas kemanusianan membantu Aceh hingga bisa bangkit kembali.
Widyaiswara Ahli Utama LAN RI Ustaz Ir Faizal Adriansyah MSi menyampaikan hal tersebut dalam khutbah Jum’at di Masjid Raya Baiturrahman (MRB) Banda Aceh, 29 Desember 2023 bertetapan dengan 16 Jumadil Akhir 1445 Hijriah.
“Tak terasa sudah 19 tahun berlalu, seakan bagi kita yang menjadi saksi sejarah tsunami, peristiwa duka tersebut baru beberapa tahun lalu,” ujarnya.
Menurut Kepala LAN Aceh 2014-2022 ini, mereka yang hari ini umurnya 19 tahun ketika tsunami terjadi baru lahir ke dunia. Yang umurnya 29 tahun hari ini ketika tsunami tejadi baru berusia 10 tahun. Hari ini bisa jadi sudah bekeluarga dan menggendong anak. Yang umur 69 tahun hari ini ketika tsunami terjadi masih lincah dan gesit karena umurnya saat itu 50 tahun.
Waktu berjalan begitu cepat seperti anak panah yang lepas dari busurnya. Setahun serasa sebulan, sebulan serasa sepekan, sepekan serasa sehari. Perjalanan waktu telah mengantar umat manusia pada penghujung tahun 2023 dan sebentar lagi menuju tahun 2024.
Pergantian waktu bagi orang beriman dan berakal bukanlah sekadar pergantian angka, tetapi dalam pergantian waktu tersebut ada pesan Allah berupa tanda-tanda kebesaran-Nya, sebagaimana firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 190, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal”.
Karena itu, Ustaz Faizal menambahkan, menyambut pergantian tahun dengan cara berpesta pora, kembang api, mercon, musik, bernyanyi suka ria yang kadang bersentuhan dengan alkohol dan hal haram lainnya tidak sesuai dengan ajaran Islam.
“Setiap pergantian tahun seharusnya disikapi dengan muhasabah diri. Apa yang sudah kita siapkan dalam menghadapi kehidupan kita setelah kematian. Dalam hal ini, Khalifah Umar bin Khatab berpesan hasibu anfusakum qabla antuhasabu yang maknanya hitunglah atau hisablah dirimu sebelum kamu kelak dihisab dihadapan Allah,” ujarnya.
Ustaz Faizal menguraikan, paling tidak dalam pergantian tahun ada dua hal penting yang kita renungkan.
Pertama, pergantian tahun adalah bukti betapa Allah mengendalikan seluruh alam ini. Pergantian tahun mengingatkan kita akan kebesaran Allah sebagai Rabbul Alamin. Alam dan segala isinya hanya tunduk dan patuh pada Allah sebagai Sang Pencipta, Pengatur dan Pemelihara seluruh Alam.
Kedua, kita mendapat pesan bahwa pergantian tahun adalah isyarat bahwa waktu kita hidup dimuka bumi ini sudah berkurang dan saat perjumpaan dengan Allah semakin dekat.
“Waktu telah mengubah kita, waktu telah merubah fisik kita. Kita dulu lahir sebagai bayi lalu menjadi anak-anak yang lucu, remaja, dewasa, kemudian tua. Inilah keadaan kita yang diubah oleh perjalanan waktu,” ungkapnya.
Ustaz Faizal mengibaratkan gerakan shalat yang kita lakukan berdiri-ruku dan sujud. Berdiri simbol bahwa kita awalnya muda, kuat, bekerja, punya harta, pangkat dan jabatan.
Ruku adalah simbol kita sudah tua, lemah, pensiun, tidak banyak lagi harta, tidak ada lagi pangkat dan jabatan dan sujud adalah perjalanan akhir kita di atas muka bumi ini bahwa kita pada akhirnya akan kembali kepada Allah.
“Kita berasal dari tanah dan kita akan kembali kepada tanah,” pungkasnya. (IA)